Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Solusi Regionalisasi Pembangunan Transportasi Antardaerah Bertetangga

20 Agustus 2022   01:01 Diperbarui: 20 Agustus 2022   07:18 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajah baru kawasan Stasiun Tebet, Jakarta setelah ditata ulang, Kamis (14/10/2021). Penataan kawasan Stasiun Tebet terintegrasi dengan mode transportasi di Jabodetabek untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses transportasi umum.(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO) 

"Segera mengubah paradigma berpikir dan bertindak secara profesional dan proporsional dalam menyikapi otonomi daerah berwawasan nasional dan global, dalam rangka memberi pelayanan yang baik kepada masyarakat secara integrasi antardaerah dengan pola pembangunan kerjasama regionalisasi manajemen dan regionalisasi marketing." 

Dalam mengantisipasi pelayanan transportasi di luar Jakarta, mutlak Jakarta membantu pembiayaan pembangunan pada daerah daerah penyangganya, antara lain; Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek).

Sebenarnya pembangunan transportasi penyangga Jakarta, tidak sulit karena sudah ada lembaga khusus, Badan Kerja Sama Pembangunan Jabodetabekjur (BKSP Jabodetabekjur) untuk mengatur kerja sama antardaerah bertetangga.

Integrasi Moda Transportasi Kota Megapolitan Jakarta. Sumber: MRTjakarta
Integrasi Moda Transportasi Kota Megapolitan Jakarta. Sumber: MRTjakarta

Dalam wilayah Jabodetabek tersebut, ada 8 kabupaten dan kota wilayah otonom. Selain DKI Jakarta (Pusat, Utara, Barat, Selatan dan Timur) sebagai kota administratif dan Kab. Kepulauan Seribu. 

Jadi dengan kerjasama antardaerah, satu planning dalam pembangunan sarana dan prasarana (sapras), akan terjadi efisiensi dan efektivitas.

Satu per satu moda transportasi umum di Indonesia semakin lengkap dan terpadu. Misalnya di Jabodetabek, mulai dari Bus Transjakarta yang memiliki jalur khusus (busway), Kereta Rel Listrik (KRL/Commuter Line), Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT), dan kini Light Rail Transit (LRT).

Baca juga: Kerjasama Antar Daerah dan Peningkatan Daya Saing Wilayah

Stasiun MRT terintegrasi dengan Transjakarta, Sumber: Teyn Gloria/JawaPos.com
Stasiun MRT terintegrasi dengan Transjakarta, Sumber: Teyn Gloria/JawaPos.com

Solusi Integrasi Regionalisasi

Selain posisi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang wajib mendukung pembangunan seluruh provinsi, juga karyawan kantor, swasta, buruh dan lainnya yang bekerja di Jakarta umumnya domisili di luar Jakarta, Bodetabek.

Menurut Data BPS Jumlah angkatan kerja yang ada di DKI Jakarta tahun 2019 sebanyak 5.157.878 orang dan yang bekerja sebanyak 4.83.6977 orang.

Jumlah tenaga kerja sebanyak itu, umumnya berdomisili di wilayah penyanggah Jakarta, Bodetabek, mungkin ada sekitar 70 persen. 

Maka antar Jakarta dan penyangganya mutlak kerjasama, bukan secara parsial membangun transportasi di daerahnya, itu keliru. Juga susah mendapat pembiayaan.

Baca juga: Layani 663.000 Penumpang Per Hari, Transjakarta Makin Diminati

Setiap hari tenaga kerja lalu lalang ke Jakarta, berapa banyak belanjaan mereka yang terserap di Jakarta. Bukan di daerah domisilinya, begitu ruginya daerah domisili bila tidak menarik insentif (pajak dan lainnya) dari Jakarta. Hampir tidak yang memikirkan hal kecil ini, padahal dampaknya besar bila dicermati.

Hambatan daerah penyangga Jakarta yang masih belum sebanding pelayanan moda transportasinya dan belum bisa mengikuti Jakarta.

Tentu terbentur hal pembiayaan. Karena kesalahan sendiri, tidak melakukan kerjasama antardaerah. Padahal aturan dan regulasinya sudah ada dan memadai.

Hal tersebut di atas menjadi kekuatan daerah penyangga untuk meminta dana pembangunan fasilitas transportasi atau dengan cara kerjasama dalam pembangunan dengan pihak Jakarta.

Sebenarnya Jakarta wajib membantu pembiayaan pembangunan sapras dan moda transportasi, dengan cara sinergi pembangunan melalui pola regionalisasi manajemen dan regionalisasi marketing.

Baca juga: Ini Daftar 18 Stasiun yang Disebut Jokowi Saat Menjajal LRT Jabodebek

Hambatan itu diperparah karena semua daerah tidak berpikir adanya cara kerjasama dalam pembangunan suprastruktur dan infrastruktur secara sinergi atau regionalisasi managemen dan regionalisasi marketing.

Ego sektoral tiap daerah sangat dominan atau kental, akhirnya tidak ada berpikir ke arah kerjasama untuk bangun sapras moda transportasi yang terintegrasi secara wilayah atau region operasional secara integrasi.

Jadi Jakarta wajib hukumnya membantu pembiayaan pembangunan suprastruktur dan infrastruktur sapras transportasi antardaerah penyangganya. Daerah penyangga setempat (Bodetabek) hanya menyiapkan lokasinya dan regulasi tingkat lokal, mencegah resistensi.

Baca juga: Jokowi Sebut MRT adalah Keputusan Politiknya dan Ahok

Diharapkan para bupati dan walikota yang masuk area Bodetabek di dua provinsi, Jawa Barat dan Banten. Merancang pelayanan moda transportasi pola kerjasama regionalisasi. Buat forum kerjasama antardaerah, lalu identifikasi kebutuhan dan rencana pembangunannya.

Jangan sia-siakan keberadaan Badan KerjaSama Pembangunan Jabodetabekjur (BKSP Jabodetabekjur) untuk mengatur strategi pengembangan moda transportasi dengan mengikuti arah pembangunan transportasi Jakarta yang sudah modern.

Begitu juga wilayah penyangga kota metropolitan lainnya di Indonesia, seperti Surabaya, Medan, Semarang, Makassar, Palembang, Bandung, dan lainnya, manfaatkan pembangunan model kerjasama integrasi regionalisasi.

Baca juga: KAI Perkirakan Tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga Rp 350.000

Regulasi dalam pelaksanaan integrasi regional tersebut sudah ada, misalnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lebih tegas  memberikan legalitas yang besar untuk dilaksanakan kerjasama pembangunan, baik dengan pihak ketiga (publik atau swasta) maupun kerjasama antardaerah yang bertetangga.

Dalam pasal 195 (1) dinyatakan bahwa "Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan."

Bahkan pasal 196 (2) lebih tegas lagi berisi "perintah" untuk membuat kerjasama antardaerah, dengan menyatakan: "Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat."

Juga Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah, Kebijakan ini memberi arah dan peluang kepada Pemerintah Daerah dalam mengembangkan kerjasama antar pemerintah daerah untuk menggali segala potensi unggulan dan sumber daya yang dimiliki daerah untuk dapat dikelola bersama dan bersinergi.

Baca juga: Jokowi: LRT Jabodebek Beroperasi Juni 2022

Mari memahami konteks otonomi daerah dengan wawasan lebih luas, misalnya memersepsikan otonomi sebagai momentum untuk memenuhi keinginan-keinginan daerah dengan memperhatikan konteks yang lebih luas yaitu kepentingan negara secara keseluruhan dan kepentingan daerah lain yang berdekatan.

Kegagalan kita setelah kebijakan otonomi daerah ternyata telah dipersepsikan dan disikapi secara variatif oleh beberapa pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia, secara sempit kedaerahan. Bukan berpikir regional, nasional dan internasional. Akhirnya, regulasi kerjasama antardaerah tidak diperhatikan.

Akibatnya, muncul beberapa gejala negatif yang meresahkan, dan berkembangnya sentimen primordial, konflik antardaerah, maraknya korupsi, konflik antar penduduk, eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan, dan munculnya sikap "ego daerah" yang berlebihan.

Baca juga: Proyek Kereta Cepat Disuntik APBN Rp 4,1 Triliun, Ini Penjelasan KAI

Segera mengubah paradigma berpikir dan bertindak secara profesional dan proporsional dalam menyikapi otonomi daerah yang berwawasan nasional dan global, dalam memberi pelayanan yang baik pada masyarakat.

Untuk pembangunan moda transportasi jenis MRT se Jabodetabek, itu segera dibuat perencanaan makro terintegrasi. Agar pihak pemda dan investor bisa menjadikan acuan.

Sedini mungkin diperhitungkan jenis transportasi dan rutenya agar tidak terjadi resistensi pada lahan yang akan dilewati. Pemda segera siapkan master plan masing-masing kabupaten dan kota.

Diharapkan kepada jajaran aparat daerah untuk berpikir secara kreatif dan inovatif untuk membangun sistem manajemen pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.

Hilangkan ego sektoral aparat pemda, harus berwawasan luas dan terintegrasi - kerjasama pembangunan - serta melibatkan partisipasi masyarakat dan pengusaha daerah secara aktif.

Bagaimana pendapat Anda?

Ref: 1, 2, 3.

Medan, 20 Agustus 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun