Selain posisi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara yang wajib mendukung pembangunan seluruh provinsi, juga karyawan kantor, swasta, buruh dan lainnya yang bekerja di Jakarta umumnya domisili di luar Jakarta, Bodetabek.
Menurut Data BPS Jumlah angkatan kerja yang ada di DKI Jakarta tahun 2019 sebanyak 5.157.878 orang dan yang bekerja sebanyak 4.83.6977 orang.
Jumlah tenaga kerja sebanyak itu, umumnya berdomisili di wilayah penyanggah Jakarta, Bodetabek, mungkin ada sekitar 70 persen.Â
Maka antar Jakarta dan penyangganya mutlak kerjasama, bukan secara parsial membangun transportasi di daerahnya, itu keliru. Juga susah mendapat pembiayaan.
Baca juga:Â Layani 663.000 Penumpang Per Hari, Transjakarta Makin Diminati
Setiap hari tenaga kerja lalu lalang ke Jakarta, berapa banyak belanjaan mereka yang terserap di Jakarta. Bukan di daerah domisilinya, begitu ruginya daerah domisili bila tidak menarik insentif (pajak dan lainnya) dari Jakarta. Hampir tidak yang memikirkan hal kecil ini, padahal dampaknya besar bila dicermati.
Hambatan daerah penyangga Jakarta yang masih belum sebanding pelayanan moda transportasinya dan belum bisa mengikuti Jakarta.
Tentu terbentur hal pembiayaan. Karena kesalahan sendiri, tidak melakukan kerjasama antardaerah. Padahal aturan dan regulasinya sudah ada dan memadai.
Hal tersebut di atas menjadi kekuatan daerah penyangga untuk meminta dana pembangunan fasilitas transportasi atau dengan cara kerjasama dalam pembangunan dengan pihak Jakarta.
Sebenarnya Jakarta wajib membantu pembiayaan pembangunan sapras dan moda transportasi, dengan cara sinergi pembangunan melalui pola regionalisasi manajemen dan regionalisasi marketing.
Baca juga:Â Ini Daftar 18 Stasiun yang Disebut Jokowi Saat Menjajal LRT Jabodebek