Hambatan itu diperparah karena semua daerah tidak berpikir adanya cara kerjasama dalam pembangunan suprastruktur dan infrastruktur secara sinergi atau regionalisasi managemen dan regionalisasi marketing.
Ego sektoral tiap daerah sangat dominan atau kental, akhirnya tidak ada berpikir ke arah kerjasama untuk bangun sapras moda transportasi yang terintegrasi secara wilayah atau region operasional secara integrasi.
Jadi Jakarta wajib hukumnya membantu pembiayaan pembangunan suprastruktur dan infrastruktur sapras transportasi antardaerah penyangganya. Daerah penyangga setempat (Bodetabek) hanya menyiapkan lokasinya dan regulasi tingkat lokal, mencegah resistensi.
Baca juga:Â Jokowi Sebut MRT adalah Keputusan Politiknya dan Ahok
Diharapkan para bupati dan walikota yang masuk area Bodetabek di dua provinsi, Jawa Barat dan Banten. Merancang pelayanan moda transportasi pola kerjasama regionalisasi. Buat forum kerjasama antardaerah, lalu identifikasi kebutuhan dan rencana pembangunannya.
Jangan sia-siakan keberadaan Badan KerjaSama Pembangunan Jabodetabekjur (BKSP Jabodetabekjur) untuk mengatur strategi pengembangan moda transportasi dengan mengikuti arah pembangunan transportasi Jakarta yang sudah modern.
Begitu juga wilayah penyangga kota metropolitan lainnya di Indonesia, seperti Surabaya, Medan, Semarang, Makassar, Palembang, Bandung, dan lainnya, manfaatkan pembangunan model kerjasama integrasi regionalisasi.
Baca juga:Â KAI Perkirakan Tarif Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga Rp 350.000
Regulasi dalam pelaksanaan integrasi regional tersebut sudah ada, misalnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah lebih tegas  memberikan legalitas yang besar untuk dilaksanakan kerjasama pembangunan, baik dengan pihak ketiga (publik atau swasta) maupun kerjasama antardaerah yang bertetangga.
Dalam pasal 195 (1) dinyatakan bahwa "Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat kerjasama dengan daerah lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan."
Bahkan pasal 196 (2) lebih tegas lagi berisi "perintah" untuk membuat kerjasama antardaerah, dengan menyatakan: "Untuk menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik secara bersama dengan daerah sekitarnya untuk kepentingan masyarakat."