Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Priyayi: Perusak Mental dan Moral, Apa Solusinya?

31 Juli 2022   00:59 Diperbarui: 31 Juli 2022   01:04 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena tertanam mindset pegawai, bukan mental bebas sebagai pengusaha atau entrepreneurship. Lingkungan yang "memaksa" membentuk mindset pegawai, ini merupakan benih mental korup, terlahir sejak dini.

Birokrasi Bermental Priyayi

Sampai pada ahirnya duduk menjadi aparat di birokrasi, mental priyayi itu terbawa. Berlagak penguasa yang ingin selalu diberi "karpet merah" kemanapun pergi dan berada.

Pada saat duduk jadi pejabat, tidak boleh disanggah. Sedikit ada yang kritis, sudah dianggap menentang atau membangkan, dinilai salah dan tidak sopan dalam menyampaikan setiap pendapatnya.

Padahal sikap kritis adalah sikap peka terhadap peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan. Berpikir kritis adalah berpikir secara cerdas dan solutif dengan narasi dan sumber-sumber yang jelas dan logis.

Rakyat selalu diminta menundukkan pandangan, dilarang menaikkan suara. Persis Kasta jelata masa EDO (era shogun) di Jepang, yang mana rakyat bisa dipancung hanya karena menatap bangsawan.

Penghambat revolusi mental itu karena mental priyayi ini belum berubah di masa orde reformasi, terus berlanjut sejak masa penjajahan - kerajaan - ke masa orde baru, tanpa ikut direformasi.

Jadi, modal profesionalisme tidak terlalu dibutuhkan dalam tugas keseharian. Tidak jadi soal mau mampu atau tidaknya dalam bekerja, yang penting masih kerabat dan bersedia menjadi pengikut apa kata paduka.

Bila demikian adanya, maka yang harus dimiliki adalah skill atau kemampuan menguasai tatakrama "3S" yaitu sowan, sungkem dan setor. Jadi penurut saja - ABS/AIS - sebagai modal utamanya.

Perlakuan super spesialis inilah yang mempatri mentalitas aparat birokrasi yang masih menggrogoti bangsa Indonesia, inilah sebenarnya yang dimaksud perlunya "revolusi mental" yang diinginkan oleh Nawacita Presiden Jokowi.

Bagaimana Solusinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun