Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Titik Lemah Pengelolaan Sampah di Indonesia, Ada Dimana?

9 April 2022   01:33 Diperbarui: 9 April 2022   02:00 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukti nota penjualan kantong plastik di toko ritel berdasar kebijakan KPB-KPTG oleh Ditjen PSLB3 KLHK (2016-2022). Sumber: DokPri

"Persoalan sampah sangat kompleks dengan magnitude yang semakin besar dan membesar, sementara penanganannya tidak menentu, artinya tidak ada sistem dan ahirnya tumpang tindih program di masyarakat. Titik lemahnya (pain point) berada pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang tidak menjalankan UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS)." Asrul Hoesein, Founder Green Indonesia Foundation (GiF) Jakarta.

Produksi sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di Indonesia semakin bertambah, berarti kesejahteraan meningkat pula dan diperkirakan ada 87 juta ton per hari atau setara 250.000 ton per hari. Karena sampah akan linear dengan kesejahteraan masyarakat. Daya beli tinggi berarti volume sampah akan bertambah.

Dalam menyikapi masalah sampah, sangat dibutuhkan kolaborasi ekosistem yang besar dan berjejaring dengan basis sosial dan ekonomi dengan dasar konsep "kepemilikan" bersama, dalam menyelesaikan sampah sebesar itu yang terdapat di 514 kabupaten dan kota, serta 34 provinsi di Indonesia.

Dimana berada pain point atau titik lemah pengelolaan sampah, sehingga terjadi darurat sampah Indonesia, penulis pastikan berada pada leading sektor utama sendiri yaitu di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Kordinator Maritim dan Investasi yang lalai menjalankan amanat dan mandat UUPS dan Perpres No. 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jaktranas Sampah).

Baca Juga: Sampah Plastik Dijadikan Tirai Kebobrokan Pengelolaan Sampah Indonesia

Bila digali semakin dalam lagi, ternyata inti masalahnya ada pada Kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Dimana kebijakan tersebut diduga keras terjadi adanya abuse of power atau penyalahgunaan wewenang sejak tahun 2016 oleh Ditjen PSLB3 KLHK.

Kesalahan ini sangat mendasar karena memungut uang penjualan kantong plastik di toko-toko ritel/modern hanya melalui atau berdasarkan Surat Edaran oleh Dirjen PSLB3 KLHK, itu salah besar sejak 21 Februari 2016 sampai sekarang, karena seharusnya melalui DPR RI karena adanya pungutan uang dari konsumen atau masyarakat. Walau ada beberapa toko ritel sudah menghentikannya, tapi tetap tidak memberikan kantong plastik pada konsumen.

Alasan KLHK sangat klasik untuk tidak memberi atau melarang penggunaan kantong plastik secara gratis pada konsumen, karena menganggap itulah cara terbaik mengurangi sampah. Alasan mati akal, karena solusi sampah dengan melarang penggunaan kantong plastik itu sangat melanggar undang-undang sampah dan KUH Perdata dan juga akan menghambat atau mengganggu usaha industri, distributor dan pedagang kantong plastik.

Sangat mengherankan juga karena Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) diam saja, apakah karena merasa bersalah juga ada dalam Surat Edaran (SE) KPB-KPTG pada tahun 2016? Kalau Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) diam, bisa sedikit dimaklumi karena anggota mereka sebagai eksekutor di lapangan, mungkin Aprindo lagi berpikir bagaimana cara menyelesaikan masalah yang berpotensi menjadi bom waktu.

Baca Juga: Sampah Pintu Stratejik Bangun Ekonomi Hijau Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun