Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyoal Ketidakpastian Pengelolaan Sampah Indonesia

22 Agustus 2021   04:39 Diperbarui: 22 Agustus 2021   06:21 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sampah impor membanjiri Indonesia akibat regulasi sampah tidak optimal. Sumber: Dok. Pribadi

"Problematika sampah Indonesia terus bergulir dan menjadi isu besar, mulai dari Balai Desa di 514 kabupaten dan kota seluruh Indonesia sampai mengganggu pemikiran dan menyita waktu Presiden Jokowi untuk ikut membahas berkali-kali masalah sampah di Istana Negara yang tidak kunjung selesai." Asrul Hoesein, Ketua Komisi Penegakan Regulasi Sampah, Satgas Nawacita Indonesia.

Pemerintah Indonesia masih menghadapi banyak kendala dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, antara lain masih rendahnya akses pelayanan sampah dengan rendahnya komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam pengelolaan sampah. 

Akibat yang signifikan adalah Indonesia dibanjiri sampah Impor dan korupsi persampahan sudah tidak terkontrol lagi oleh aparat penegak hukum.

Regulator dan operator, didominasi sendiri Pemda dengan paradigma lama dimana pengelolaan sampah tetap berorientasi pada pembuangan sampah di Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA), tanpa mengikuti paradigma baru sesuai regulasi yang mengamanatkan pengelolaan pada sumber timbulannya. 

Hampir seluruh Pemda kabupaten dan kota di Indonesia sangat tidak mendukung pengelolaan sampah di sumber timbulannya.

Salah satu permasalahan yang dihadapi pengelola perkotaan di seluruh dunia termasuk Indonesia adalah pengelolaan sampah. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, taraf kehidupan penduduk juga meningkat. 

Karena produksi sampah linear dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan dengan peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi. Peningkatan kegiatan produksi dan konsumsi akan berdampak peningkatan jumlah, jenis, dan keberagaman karakteristik timbunan sampah. 

Begitu pula karakteristik pengelolaan "bisnis" sampah mengikuti karakteristik sampah. Karena sangat jelas bahwa sampah adalah potensi ekonomi yang menggiurkan bila dipahami keberadaannya, sebagai sumber bahan baku industri yang sangat dibutuhkan.

Pembiaran Tanpa Sistem

Kelembagaan pengelola sampah di masyarakat dan kawasan sangat lemah, karena tidak adanya kepastian sebuah sistem dan garis pembatas antara regulator dan operator sebagaimana amanat Undang-undang No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). 

Diperparah pula karena para pengelola bisnis sampah kurang memiliki sumber daya mumpuni dalam bisnis atau entrepreneurship, sehingga mempengaruhi pemahaman dalam pengelolaan sampah sebagai sumber daya ekonomi yang perlu dikelola secara profesional. 

Paling mengkhawatirkan adalah peran asosiasi- asosiasi dalam persampahan tidak berarti apa-apa atas keberadaannya sebagai mitra sejajar pemerintah. 

Disamping terlalu banyaknya asosiasi dan komunitas yang saling tumpang tindih. Hampir pasti bahwa asosiasi dan komunitas lainnya hanya mengurus bisnis masing-masing secara internal, yang nampak kasat mata dilakonkan oleh elit asosiasi dan komunitasnya sendiri. 

Lebih gawatnya beberapa asosiasi seakan menjadi corong "kepentingan semu" perusahaan industri berkemasan, artinya saling memanfaatkan keadaan persampahan yang karut-marut.

Pengamatan dan pantauan penulis dalam kapasitas sebagai penggiat dan pemerhati persampahan yang fokus mengawal regulasi persampahan, menemukan indikasi para pengelola asosiasi kurang memahami dan minim kecakapan dalam berorganisasi, tidak memahami keberadaannya sendiri sebagai partner pemerintah sekaligus pengayom anggota dan pembela konsumen. 

Malah terkesan menggerogoti konsumennya sendiri.

Akibat minimnya sumber daya manusia dalam asosiasi tersebut, jelas sangat mempengaruhi kondisi kelembagaan bank sampah atau pengelola sampah terdepan serta lainnya semua ikut karut-marut akibat mereka tidak memiliki panutan yang konstan dan profesional.

Terjadilah ketidakpastian kelembagaan atas ekosistem yang ada, saling tumpang tindih diantara lembaga atau ekosistem yang ada berseliweran tersebut. Para pengelola sampah seakan tanpa induk semang, karena sikap pemerintah pusat tidak membuat sebuah sistem yang baku secara nasional untuk dipedomani serta menaati regulasi sampah.

Masalah Non Teknis

Suksesnya pengelolaan sampah, bukan hanya didasarkan pada aspek teknis saja, tetapi juga mencakup aspek-aspek nonteknis. Untuk menjalankan sistem pengelolaan sampah yang baik, perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti teknik sipil, perencanaan kota, ekonomi, kesehatan masyarakat dan lingkungan, sosiologi, komunikasi, konservasi, dan lain-lain.

Pemerintah dan Pemda tidak ambil pusing dengan masalah ini, malah diduga ikut mendukung semua pembenaran yang dilakukan oleh asosiasi dan kelembagaan pengelola sampah yang hampir semuanya tidak valid sesuai UUPS. Masing-masing bergerak sesuai keinginannya. 

Begitu juga lintas kementerian yang mengurus persampahan, semua berjalan sesuai keinginan masing-masing. Tanpa kepedulian mengikuti arah UUPS.

Berpotensi Terjadi Instabilitas

Pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemda tersebut sangat rawan menimbulkan instabilitas atau kerawanan terjadinya perselisihan diantara para pengelola sampah dan masyarakat. 

Juga sangat rawan terjadi kompetisi yang tidak sehat antar perusahaan produk itu sendiri, saling mengklai produknya yang ramah lingkungan.

Komitmen penuh dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, dan peningkatan peran serta masyarakat, swasta, maupun perguruan tinggi serta seluruh stakeholder persampahan menjadi salah satu kunci untuk keberhasilan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dan ramah lingkungan di Indonesia.

Dunia usaha dan akademisi merupakan bagian dari masyarakat. Sampai sejauh ini sinergitas peran antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swasta, masyarakat dan perguruan tinggi belum optimal. 

Akibatnya, belum dapat menghasilkan sistem penanganan sampah yang handal. Investasi swasta masih rendah, pemanfaatan CSR juga belum optimal. Produsen penghasil sampah (dalam hal ini dunia usaha) belum menjalankan EPR.

Payung hukum terkait pengelolaan sampah di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Selanjutnya dijabarkan pula dalam beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri, serta Peraturan Daerah (Perda) tentang pengeloaan sampah juga sudah dimiliki oleh beberapa daerah. 

Namun sosialisasi terkait Perda tersebut masih belum semua dilakukan, sehingga implementasi regulasi tersebut belum optimal.

Misalnya sanksi bagi pelanggaran dan penegakan hukum yang telah ditetapkan di Perda belum dapat dijalankan sepenuhnya. Demikian juga hal-hal
yang diatur Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah tersebut belum semuanya dapat diterapkan, seperti ketentuan tentang TPA dengan sistem sanitary landfil atau minimal control landfil dan penerapan kewajiban konsumen untuk mengelola sampahnya atau lebih dikenal dengan EPR.

Operasional TPA di Indonesia sebagian besar masih berupa sistem open dumping. Padahal Pasal 44 UUPS mengamanatkan bahwa paling lambat pada tahun 2013 seluruh TPA kabupaten/kota harus stop pengelolaan secara open dumping dan sudah harus memiliki TPA yang representatif dan memenuhi kaidah teknis maupun lingkungan (sanitary landfll) atau TPA yang mengikuti standar SNI.

Paling penting segera dilakukan oleh pemerintah adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang EPR dan Peraturan Pemerintah tentang Insentif. Kedua peraturan pemerintah ini sangat penting dan terkait satu sama lainnya dalam tata kelola sampah yang berkelanjutan.

Untuk mendukung percepatan dalam
peningkatan akses pelayanan sampah serta penerapan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dan ramah lingkungan di Indonesia, diperlukan kebijakan- kebijakan dan strategi pemerintah yang terstruktur sebagai pedoman umum para stakeholder pengelolaan sampah di Indonesia.

Jakarta, 22 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun