Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Gubernur Jakarta dan Bali Keliru Sikapi Sampah Plastik

1 April 2021   13:05 Diperbarui: 1 April 2021   14:00 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Penggunaan wadah belanja atau sebut kantong plastik wajib disiapkan oleh pedagang dalam amanat KUH Perdata. Sumber: Dok.Pribadi


"Sekalian saja semua jenis kemasan produk berbasis plastik termasuk ps-foam atau gabus box yang berahir di TPS/TPA secara total dilarang pakai kalau dianggap tidak ramah lingkungan alias merusak bumi saja" Asrul Hoesein, Direktur Green Indonesia Foundation dan Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo).

Selain maraknya program-program tanpa basis regulasi sampah yang mulai masuk di Jakarta dan sekitarnya atau Jabodetabek. Juga sehubungan karena Jakarta beberapa waktu lalu terjadi pergantian Wakil Gubernur, maka saya selaku Direktur Green Indonesia Foundation Jakarta, kembali mengingatkan perihal penggunaan wadah belanja non plastik sekali pakai di Jakarta.

Mendengar informasi bahwa Gubernur Jakarta akan mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan kantong plastik di Jakarta (2019), penulis bersama teman-teman dari asosiasi-asosiasi berbasis sampah dan pejabat dari pihak Kementerian Perindustrian menemui Anies Baswedan (Gubernur Jakarta) di Balaikota Jakarta untuk membicarakan sekaligus memberi solusi tentang sampah dan lebih khususnya sampah plastik (Baca: Kompasiana di Kebijakan Prematur Pergub Jakarta Larangan Kantong Plastik).

Ingat yaa Bang Anies sempat dalam pertemuan tersebut bilang begini dan penulis sempat rekam "Kami tidak seperti kepala daerah lain yang seakan dikejar deadline untuk melarang menggunakan kantong plastik atau PSP, oh kami tidak sebodoh itu"

Senyatanya malah Bang Anies keluarkan kebijakan yang kami anggap prematur itu berupa Peraturan Gubernur (Pergub) No. 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Sangat prematur karena melanggar regulasi sampah baik nasional maupun melanggar peraturan daerah sendiri.

Lebih jauh malah Bang Anis tambahkan penjelasannya bahwa "Kami di Jakarta dalam menyikapi sampah plastik semua berdasar pada dua hal pokok yaitu ekologi dan ekonomi" yes cakep benar pendapat dan pemahaman Bang Anis dan saat itu didampingi para staf ahlinya bidang ekonomi dan lingkungan. Tapi yang terjadi diluar fakta Bang Anies, ada apa ?

Ilustrasi: Fakta kantong plastik tidak sekali pakai. Sumber: Dok.Pribadi
Ilustrasi: Fakta kantong plastik tidak sekali pakai. Sumber: Dok.Pribadi
Pergub yang mewajibkan pemakaian kantong belanja ramah lingkungan, artinya sama saja melarang Kantong Plastik Konvensional atau yang di klaim sebagai jenis Plastik Sekali Pakai (PSP) dan semua hal tersebut malah lebih melanggar lagi, kenapa;
  1. Pergub 142/2019 tidak memiliki kajian yang benar berdasar UU. No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) dan Perda No.3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Jakarta sendiri
  2. Diduga dan/atau "seakan" menyuruh pedagang ritel melanggar KUH Perdata Pasal 612 dan seterunya, sekaligus membuka bisnis baru ilegal "ruang dagang pada ritel" yang seharusnya kantong belanja itu tidak dijual atau diperdagangkan, tapi seharusnya diberi gratis kepada pembeli. Karena dalam KUH Perdata khususnya mewajibkan para pedagang menyerahkan barang dagangannya kepada pembeli (baca: konsumen) secara utuh.
  3. Memberi ruang monopoli produk wadah belanja tertentu yang katanya non plastik, padahal semua wadah yang beredar di jual pada toko ritel itu juga punya konten plastik. 
  4. Dugaan lain lagi terjadi arahan bisnis terselubung dan berpotensi terjadi pembohongan publik terhadap substansi produk dan juga pemahaman keliru pada makna ramah lingkungan.
  5. Keliru memaknai ramah lingkungan dalam ranah solusi sampah plastik. Karena fakta adanya pemahaman (sumbu pendek) bahwa tahunya ramah lingkungan itu asal tidak saja jadi sampah di bumi atau ke TPA.
  6. Tidak ada kantong plastik ramah lingkungan versi bumi kecuali versi akal dan UUPS ? Sebuah akal-akalan susupan kepentingan industri tertentu dalam rangka monopoli bisnis produk tertentu. Pada sisi lain, carut marut ini diduga ada asosiasi yang memanfaatkan untuk menjadi mediator antara perusahaan berkemasan dan pengelola sampah terdepan.

Tentang masalah ini semua, penulis juga  selaku pemerhati dan mengawal regulasi sampah juga telah menjelaskan melalui beberapa conten di YouTube, antara lain bisa nonton di Sampah Indonesia Channel pada judul "Prematur Pergub Jakarta Melarang Kantong Plastik Sekali Pakai | GiF"

Mengutip tulisan Nara Ahirullah Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) Surabaya di Kompasiana (Baca: Ingkar Janji Anies Baswedan dalam Pergub Kantong Plastik) dengan mengutip beberapa alinea sebagai berikut;

Alih-alih mengantisipasi hulu persoalan kantong plastik, mereka sebenarnya tidak akan dampak kebijakan tersebut. Di sisi ekonomi kebijakan itu akan berdampak pada masyarakat yang hidup dari produksi, distribusi dan daur ulang.

Di sisi sosial, semakin banyak orang kehilangan sumber daya ekonomi, maka semakin miskin. Kemerataan sosial semakin jauh dari cita-cita negara.

Disamping itu, menyalahi UUPS. Di mana semangat pengelolaan sampah dalam UUPS sesungguhnya lebih mengarah pada sirkulasi ekonomi khas Indonesia.

Larang Semua Kemasan PSP

Bila berdasar pada Pergub 142/2019 itu dan termasuk Pergub Bali No.97/2018 lebih dahulu dari Jakarta, tentang hal yang sama, karena semua berbasis  ramah lingkungan versi sepihak alias versi keliru. Lebih baik sekalian kita cegah dan melarang total saja semua kemasan produk yang berpotensi minus ekonomi pasca pemakaian produk oleh konsumen.

Maka kita berkesimpulan linear saja atau bisa jadi disebut bertindak "bodoh", sekalian semua jenis kemasan berbasis plastik konvensional termasuk ps-foam atau wadah yang disebut gabus box yang berahir tanpa di daur ulang sesuai UUPS semuanya dilarang pakai. Cabut saja izin pabriknya, pasti urusan sampah selesai dan tidak menciptakan perampok bardasi.

Mari kita coba sebuah kebijakan linear tersebut dimulai dari Jakarta yang selanjutnya kita terapkan seluruh Indonesia demi mengantisipasi sampah secara gampang tanpa harus bersusah payah.

Potensi Lahir Mafia Program

Bila pemahaman keliru ini dipertahankan dan tidak dicegah oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) maka berpotensi melahirkan mafia program yang seakan dikelola secara profesional tapi tidak berbasis regulasi.

Sebagaimana fakta di lapangan, secara kasat mata terjadi kepura-pura sikap peduli sampah oleh stakeholder tertentu, muncul kontra regulasi dengan intrik-intrik bagaikan mafia di siang bolong untuk memanfaatkan peluang membohongi rakyat dengan atas nama program gerakan menyelamatkan bumi dengan embel-embel sebuah gerakan berazas 3R yang ber circular ekonomi. Padahal senyatanya beroutput kepentingan internal semata.

Semua hanya akal-akalan membuat program memanfaatkan dana-dana perbantuan atau bisa jadi terjadi penyalahgunaan dana CSR perusahaan multy nasional atau bisa jadi dana EPR atas produk yang memang sudah dimasukkan dalam mekanisme harga setelah kurang dari 10 tahun di tunda pelaksanaan EPR oleh pemerintah dan DPR. Tapi perusahaan sudah diberi kebijakan pada saat penundaan EPR untuk bisa uji coba EPR, nah berpotensi meraup dana konsumen, dimana publik secara tidak sadar sejak kurang 10 tahun lalu EPR sudah teraplikasi sampai sekarang. Dimana rencana EPR akan di efektifkan tahun 2022 yang akan datang.

Semua ini diduga dimanfaatkan oleh oknum tertentu atau hanya untuk segelintir elit penguasa dan pengusaha nakal saja yang memanfaatkan kondisi carut marut ini. Kepada perusahaan produk berkemasan agar hati-hati menjalankan programnya yang diusulkan oleh setiap lembaga atau perorangan.

Baca baik-baik regulasi persampahan tentang hak dan kewajiban Anda disana, sebelum menggelontorkan dananya. Karena bisa jadi kelak Anda tidak akan menerima insentif atas aktifitasnya, karena keliru menjalankan regulasi atau keliru paham tentang aplikasi CSR dan EPR.

Dimana dana-dana tersebut yang seharusnya menjadi kewajiban perusahaan besar multy nasional produk berkemasan untuk memberi insentif kepada rakyat yang membayar nilai EPR itu dan termasuk khususnya para pengelola sampah terdepan atau pengelola bank sampah secara langsung. 

Bukan dijalankan oleh kelompok tertentu atau kelompok itu seakan sebagai mediator antara perusahaan produk berkemasan dengan pihak pengelola sampah. Malah diduga mereka para elit pengusaha nakal tersebut manfaatkan ruang kosong itu untuk meraup dana (dipermainkan) atas nama rakyat, padahal dana itu hanya diarahkan pada konco-konconya sendiri atau dengan istilah berdasarkan pada like and dislike saja. Ahirnya dana menjadi tidak efektif berdampak positif pada pengelolaan sampah yang benar atau menjadi dana siluman pencitraan saja.

Jakarta, 1 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun