Mohon tunggu...
H.Asrul Hoesein
H.Asrul Hoesein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang Sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Jakarta http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Pemerhati dan Pengamat Regulasi Persampahan | Terus Menyumbang Pemikiran yang sedikit u/ Tata Kelola Sampah di Indonesia | Green Indonesia Foundation | Founder PKPS di Indonesia | Founder Firma AH dan Partner | Jakarta | Pendiri Yayasan Kelola Sampah Indonesia - YAKSINDO | Surabaya. http://asrulhoesein.blogspot.co.id Mobile: +628119772131 WA: +6281287783331

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Parah, Indonesia Belum Sistematis Menangani Sampah

19 Januari 2020   18:45 Diperbarui: 20 Januari 2020   19:23 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pemandangan seperti tumpukan sampah ini sangat mudah ditemukan di seluruh Indonesia. Sumber: Dokpri.

Pembangunan berkelanjutan bertumpu pada pendekatan tiga dimensi, yaitu dimensi ekonomi, sosial dan ecologi. Pembangunan berkelanjutan juga menekankan pentingnya penguatan peran teknologi tepat guna dan ketaatan pada regulasi itu sendiri. Semua hal tersebut diabaikan dalam penanganan sampah, ahirnya terjadi Indonesia Darurat Sampah berkepanjangan.  

Pengelolaan sampah di Indonesia masih menemui banyak problematika. Pemangku kepentingan atau stakeholder belum menyamakan persepsi dalam menyikapi tata kelola sampah (waste management) pada prinsip berkelanjutan yang sebenarnya. 

Oknum penguasa sendiri yang memplesetkan arti dan makna ramah lingkungan. Hanya bertumpu pada pendekatan ekologi tanpa memperhatikan efek sosial dan ekonominya. Maka jelas resistensi pasti muncul. 

Dipastikan kegagalan penanganan sampah akan terjadi bila tidak sistematis serta sistemik pada pendekatan ecologi, social dan ekonomi berdasarkan regulasi persampahan yang ada. 

Harus mengikuti regulasi sampah karena aturan dan pedoman perundangan sudah berada dalam rel atau pada track yang berkesesuaian dengan karakteristik sampah dan bisnis Indonesia.

Sejak Undang-undang No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) diundangkan, pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) masih saja belum menemukan titik temu dalam menyikapi permasalahan sampah yang ada. 

Seharusnya Indonesia pada tahun 2020 ini sudah mencapai target Indonesia Bebas Sampah. Sesuai yang telah ditargetkan pada tahun 2016.

Perguruan tinggi dan lembaga riset termasuk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), termasuk lembaga perlindungan konsumen sepertinya tidak bernyali menghadapi problem persampahan dan khususnya issu sampah plastik yang merebak sekitar tiga tahun lalu. 

Akibat kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) atau Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG) yang masih berjalan "memetik uang rakyat" dan menjadi misteri sampai sekarang.

Juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam membangun percontohan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih di Bantargebang sampai hari ini belum membuktikan bahwa proyek itu bisa menghasilkan listrik. 

Padahal PLTSa tersebut sudah diresmikan pengoperasiannya sejak bulan maret tahun 2019 dengan anggaran sangat besar sekitar Rp. 900 M. 

Juga masih banyak masalah dan permasalahannya belum beres, seperti amdal, tipping fee, dan ketidaksiapan PLN untuk membeli listriknya. Terkesan proyek ini dikerjakan secara terpaksa tanpa memikirkan azas manfaat.

Baca juga:
BPPT Hadirkan Inovasi PLTSa Merah Putih Bantargebang, Solusi Atasi Timbunan Sampah di Kota Besar
Proyek Pembangkit Listrik dari Sampah Bantargebang Habiskan Rp.900 Miliar

Pembangunan Pilot project PLTSa Merah Putih Bantargebang milik Provinsi DKI Jakarta yang berlokasi di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat, berlangsung dalam waktu cepat yakni kurang satu tahun, sejak ground breaking pada tanggal 21 Maret 2018 sampai peresmian tanggal 25 Maret 2019.

Setelah sebelumnya di Sunter Jakarta Utara yang gagal, ahirnya TPST Bantar Gebang menjadi lokasi pilot project PLTSa yang merupakan proyek kerja sama antara Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemprov DKI Jakarta dengan kapasitas 100 ton/hari, PLTSa direncanakan menghasilkan output listrik hingga 700 kW/jam. 

Inovasi teknologi PLTSa dalam pengelolaan sampah khususnya di perkotaan merupakan wujud ambisius pemerintah yang diperankan oleh BPPT dalam rangka mendukung  pencapaian target pembangunan berkelanjutan. 

Ternyata hanya isapan jempol saja. Karena sampai sekarang tidak mampu beroperasi sesuai harapan.

Target Indonesia Bebas Sampah Molor

Sebagaimana yang telah dicanangkan sendiri oleh Pemerintah cq: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat pencanangan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 21 Februari 2016 di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta.

Dimana pada saat itu pula dicanangkan kebijakan Kantong Plastik Berbayar (KPB) yang juga menemui banyak resistensi. Karena dana KPB ini belum diketahui kemana rimbanya dana itu. 

Juga beberapa bulan kemudian diganti lagi nama programnya dari KPB ke Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG). Semua ini pertanda oknum birokrasi bekerja serampangan yang tiba masa tiba akal. 

Malah anehnya KLHK merubah target bebas sampah ke tahun 2025 tanpa penjelasan resmi ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban. Proses perubahan target dari tahun 2020 ke tahun 2025 tersebut, seakan tertutupi oleh terbitnya Perpres No. 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga atau lebih dikenal dengan Jaktranas Sampah. 

Sangat ironis dan dianggap biasa saja. Padahal semuanya meraup dana rakyat yang tidak sedikit jumlahnya.

Baca juga:
Daftar 12 Daerah Pembangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Jokowi Ngotot Bangun PLTSa, RI Darurat Sampah?

Indonesia Darurat Sampah

Masalah sampah di Indonesia memang merupakan persoalan yang sangat aneh dan klasik. Sulit untuk menyelesaikannya bila permasalahannya hanya dipandang pada persoalan plastik semata. Padahal sampah plastik sangat minim. Sampah organik yang dominan justru diabaikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah (pemda).

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa total sampah di Indonesia mencapai 187,2 juta ton per tahun. Sementara Indonesia memproduksi sampah sampai dengan 65 juta ton setiap harinya. Secara tidak langsung kita dapat menyimpulkan bahwa Indonesia sedang darurat sampah.

Sesungguhnya pihak KLHK sendiri yang diduga ingin memperpanjang problem sampah, khususnya sampah plastik. Sementara sampah plastik justru lebih mudah diatasi dibanding sampah lainnya. 

Hanya saja pemerintah dan pemda tidak mengaplikasi Pasal 13 dan Pasal 45 UUPS yang memberi isyarat wajib untuk mengelola sampah di sumber timbulannya.

Termasuk pemerintah dan pemda tidak melaksanakan Pasal 44 UUPS yang mewajibkan setiap daerah yang memiliki TPA untuk membangun control landfill bagi kota kecil-sedang serta sanitary landfill untuk kota besar-metropolitan dan megapolitan Jakarta. 

Seharusnya di TPA/TPST Bantargebang Kota Bekasi milik Pemprov. DKI jakarta itu dibangun sanitary landfill untuk menampung residu dari sisa pengelolaan sampah kawasan yang ada.

Baca juga:
Jokowi Marah di Depan Menteri & Gubernur, Jengkel Soal Sampah
Jokowi Kesal Urusan Sampah, Pembangkit Listrik Jadi Solusi?

Pendekatan Ekologi, Sosial dan Ekonomi

Selama ini pemerintah dan pemda hanya disibukkan mengurus sampah plastik dengan cara tidak sehat bagi pengelolaan sampah itu sendiri dengan melarang penggunaan plastik sekali pakai (PSP). Jelas cara melarang penggunaan produk ini adalah mis regulasi dan prinsip pengelolaan ekonomi melingkar atau circular economy.

Terlebih parah pemerintah dan pemda melarang penggunaan kantong plastik tapi dilain sisi justru menjual kantong plastik. Aneh bin ajaib pembohongan dan pembodohan publik ini.

KLHK melalui Direktorat Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3) meluncurkan Gerakan Nasional Pilah Sampah Dari Rumah di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (15/09/2019). Menurut Dirjen PSLB3 Rosa Vivien Ratnawati, bisa mendorong pabrik dan atau industri daur ulang bisa melakukan investasi lebih baik lagi.

Semua itu merupakan gerakan semu yang tidak bersistem sesuai amanat regulasi. Dipastikan gerakan ini hanya sesaat dan pasti stag sebagaimana program atau gerakan lainnya yang hanya menjadi pencitraan belaka.

Seharusnya Dirjen PSLB3 KLHK mendorong terlebih dahulu pelaksanaan Pasal 13,44 dan 45 UUPS di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia untuk menjadi landasan pelaksanaan Gerakan Nasional Pilah Sampah Dari Rumah.

Hal itu baru bisa disebut gerakan yang bersistem dan dipastikan akan berkelanjutan. Termasuk menjadi landasan kerja bank sampah dan penanganan Limbah B3 di setiap daerah seluruh Indonesia.

Dapat dipastikan bahwa KLHK dan lintas menteri yang tergabung dalam Perpres No. 97 Tahun 2017 Jaktranas Sampah sedang dalam kebingungan mengurai permasalahan sampah.

Karena hanya mampu berbicara tentang sampah plastik saja dengan strategi mendorong pemda untuk mengeluarkan kebijakan "pelarangan" penggunaan produk dalam mengurangi timbulan sampah plastik.

KLHK sebagai leading sector persampahan harus segera sadar untuk meninggalkan paradigma lama. Termasuk kembali menata ulang tata kelola sampah yang benar sesuai UUPS.

Segera tinggalkan pesan-pesan sponsor yang tidak bijak dalam memberi input dan strategi yang keliru, dari pada menjadi bom waktu. Beranilah secara terbuka untuk menerima saran yang sifatnya kritis demi perbaikan tata kelola sampah, agar segera Indonesia keluar dari kondisi darurat sampah.

Banyak ahli sampah dari pihak sawasta, LSM, perguruan tinggi dan asosiasi yang bekerja membantu KLHK dan lintas menteri lainnya. Tapi hampir semua tergesa-gesa langsung membangun strategi tanpa memikirkan fungsi manajemen dan lalai dalam analisa SWOT.

Hanya berpikir dan bertindak parsial dan subyektif bermuatan asal bapak senang (ABS) atau asal ibu senang (AIS). Tentu semua resiko ini dibebankan oleh rakyat, karena menggunakan dana APBN/D serta dana investasi swasta.

Watampone, 19 Januari 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun