Mohon tunggu...
Ibsah M
Ibsah M Mohon Tunggu... Wiraswasta -

orang biasa yang terus belajar dan berdamai dengan diri dan lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Menang tanpa Bertempur

26 Mei 2016   13:26 Diperbarui: 26 Mei 2016   13:43 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pendekar dan prajurit pilihan dari Semenanjung Dataran Biru kemudian menyusun siasat atau strategi tempur secara bersama-sama. Mereka sekarang bahu membahu di bawah komando Xaverius, pendekar ternama dari negeri Andalusia.

Yang menarik adalah mereka akan menggunakan taktik barisan pendam dimana sejumlah prajurit ditempatkan di bawah tanah di atas medan pertempuran dan bila prajurit musuh datang melintas maka mereka akan terjatuh karena jebakan dan prajurit yang berada di bawah tanah akan segera menghabisinya. Taktik yang sedikit kejam.

Mereka juga akan memanfaatkan keunggulan mereka yang berada ditengah hutan dengan membuat berbagai macam jebakan. Mirip jebakan harimau dimana di dalam lubang jebakan dipasang jerat berupa tombak runcing yang terbuat dari dahan pepohonan. Tujuannya agar pasukan musuh yang terjebak akan langsung mati.

Sungguh kompak mereka dalam merencanakan pertempuran, maklum mereka enggan dipermalukan lagi, apalagi sekarang mereka berada di Negeri orang.

Sepasang burung elang saling bercuitan panjang di atas langit, mengiringi perjalanan pasukan Negeri ANTAH BERANTAH yang sedang mengejar pasukan Xaverius.

Rombongan prajurit yang dipimpin oleh Panglima Kebosora dan 4 senopati pinilih (baca: pilihan) yakni Elang Biru, Jalasutra, Kembara dan Raditya (baca: Mentari) merangsek secara perlahan. Sekarang posisi mereka sudah semakin dekat dengan yang dikejar.


Dari laporan prajurit sandiyuda, rombongan Xaverius yang mereka kejar sudah bergabung dengan rombongan si Vasco dan Bartolomeuz. Itu artinya akan terjadi perang terbuka dan mereka harus menyiapkan strategi bertempur yang jitu. Kenapa?, mereka berpikir musuh sudah pasti menyiapkan lokasi pertempuran yang terbaik bagi mereka untuk menang.

‘Lapor Panglima Kebosora….’, tiba-tiba datang prajurit sandiyuda.

‘Cepat laporkan situasi terkini prajurit…’, sambut Kebosora.

‘Jumlah prajurit musuh kurang lebih 500 orang dengan sebagian dari mereka kemampuannya rata-rata di atas prajurit biasa, mereka memilih lokasi pertempuran di lembah bukit’, jawab prajurit sandiyuda. Setelah prajurit itu berlalu panglima Kebosora dan 4 Senopati pilihan membicarakan taktik dan siasat tempur yang akan mereka gunakan.

‘Menurut hemat saya, karena kita menang jumlah, sebaiknya kita serang dari 3 penjuru mata angin dengan membentuk tapal kuda, Panglima’, usul senopati kembara.

‘Itu bagus, dengan begitu mereka akan terdesak ke tengah hutan yang asing bagi mereka……’, jawab Kebosora dengan kegirangan.

Senopati elang biru yang terkenal karena kejeliannya mengajukan usul. ‘Panglima, sebaiknya jangan menggunakan strategi tapal kuda. Alangkah lebih baiknya bila kita mengepung mereka. Kenapa? ada 2 hal yang mendasari strategi ini. Yang pertama mereka sudah pasti menyiapkan jebakan untuk kita karena ketika kuda-kuda kita berpacu menuruni lembah maka akan sulit untuk dikendalikan. Yang kedua kita memiliki kelebihan perbekalan dan akses terhadap sumber perbekalan yakni pedesaan yang dekat adalah wilayah kita sendiri sedangkan mereka tidak. Jadi buat apa bersusah payah bertempur, bila dengan tidak bertempur kita akan menang’.

Burung-burung prenjak hutan berkicau dengan riangnya membentuk nada-nada yang merdu yang disambut dengan semilir angin, seakan ingin mengurangi ketegangan mereka yang sedang berfikir untuk memenangkan pertempuran.

‘Sepertinya kita pakai strategi kedua untuk meminimalkan jumlah korban di pihak kita’, jawab Kebosora sekaligus memberi komando untuk membagi seribu prajurit mereka menjadi 4 kelompok. Tiap kelompok dipimpin oleh seorang senopati pilihan.

Kemudian Kebosora berkata lagi:’ Elang biru, engkau yang tahu goa persembunyian sang Prabu, tengah malam nanti engkau berangkat dan mengepung musuh dari arah belakang atau hutan Dandaksa sekalian membawa sang Prabu kesini’, perintah Kebosora.

‘Taktik yang cerdas Panglima, sekali jalan 2 tujuan tercapai’, jawab Elang biru dengan mata berbinar.

Keesokan harinya Panglima Kebosora mengirimkan utusan yang meminta pasukan dari semenanjung Dataran Biru untuk menyerah. Xaverius, Vasco dan Bartolomeuz tertawa mengejek utusan tersebut.

‘Hai utusan, bilang pada Panglimamu, jauh-jauh dari negeri Dataran Biru datang kesini, kami tidak takut  mati….’, seru Xaverius disambut gelak tawa Vasco dan Bartolomeuz.

Panglima Kebosora sudah mengira hal tersebut. Dia mengirim utusan sekaligus untuk melihat sejauh mana persiapan mereka dari sisi persenjataan, perbekalan dan pasukan. Akhirnya Kebosora memberi komando agar 2 kelompok pasukan bergerak secara perlahan dari sisi kiri dan kanan. Sedangkan 1 kelompok yang dipimpin senopati Elang Biru sudah bergerak secara rahasia semalam sebelumnya.

Kebosora memerintahkan kepada senopati Kembara dan Mentari agar pergerakan pasukan mereka bisa terlihat oleh pasukan Xaverius, Vasco dan Bartolomeuz. Dan benar adanya apa yang diinginkan oleh Kebosora, mereka tertawa terbahak-bahak dengan strategi seperti itu.

‘Lihat kawan-kawan, mereka melakukan siasat tapal kuda…, kita sudah siapkan pemunahnya, Hahahahaha…sebentar lagi kalian akan aku tumpas semuanya’, begitu pongah si Xaverius yang disambut gelak tawa kemenangan dari mereka.

Namun kemudian yang terjadi adalah diluar perkiraan mereka. Pasukan yang dipimpin oleh Senopati Kembara dan Mentari kemudian dengan santainya memasang tenda dan berkemah secara terbuka di sisi kiri dan kanan mereka. Hal ini membuat Xaverius, Vasco dan Bartolomeuz kebakaran jenggot karena dugaan mereka keliru total. Tawa kemenangan mereka berangsur berubah menjadi kecemasan dan kesedihan akan kekalahan pasukan mereka.

Hari demi hari berlalu, minggu demi minggu berlalu, akhirnya pasukan dari semenanjung dataran biru kehabisan bekal dan semangat untuk bertempur. Akhirnya mereka menyerahkan diri mereka kepada Panglima Kebosora. Pada hari ini para pasukan negeri ANTAH BERANTAH bergembira ria karena mereka bisa menang tanpa bertempur. Bahkan pepohonanpun enggan untuk menggugurkan daunnya dan memekarkan bunganya dengan riang seakan ikut bergembira pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun