Mohon tunggu...
hasan.ali.penulis
hasan.ali.penulis Mohon Tunggu... Penulis

Buku pertamanya Salahkah Aku Terlahir Introvert? (Guepedia, 2021). Cerpen-cerpennya terbit di Ruang Litera SIP, golagongkreatif.com, serta dicetak secara antologi bersama penulis lain. Cerpennya "Momong Jimbrot" menjadi juara pertama dalam Sayembara Cerpen Pulpen XIX.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Teka-Teki di Kedai Kata

29 Maret 2025   10:43 Diperbarui: 29 Maret 2025   10:43 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Selamat datang di Kedai Kata. Mau pesan apa, Kak?"

Tidak ada jawaban. Lelaki itu masih menikmati posisi diamnya. ia masih menganggap pelayan yang berdiri di hadapannya tidak lebih sebagai seonggok benda mati yang ada tidaknya benda itu dianggapnya tidak berarti.

Pelayan itu sekali lagi mengulangi pertanyaannya. Lelaki itu sedikit mengangkat tubuhnya untuk memberikan keleluasaan bagi tangannya menggeser tempat duduknya sedikit ke kiri. Tidak ada makna yang pasti atas gerakan itu. Ia hanya basa-basi sambil memikirkan apa yang hendak dipesan.

"Kopi yang tidak pahit."

"Maaf, Kak. Tidak ada kopi yang tidak pahit. Mungkin Kakak bisa memilih di antara cappucino, latte, atau moccacino?" ujar sang Pelayan.

"Moccacino."

"Pesanan kami catat. Ada yang mau dipesan lagi, Kak?"

Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Setelahnya sang Pelayan menyerahkan secarik kertas berukuran A4 dan sebuah pena. Seperti kebanyakan pelanggan yang baru pertama kali mampir di Kedai Kata, lelaki itu menatap tajam sang Pelayan. Tatapan lelaki itu serta-merta dipahami sang Pelayan. Tanpa menunggu lelaki itu bertanya, ia segera memberikan penjelasan.

"Kedai Kata bukan sekadar kedai kopi. Di sini, setiap orang bebas berekspresi. Silakan ungkapkan seluruh perasaan yang bersemayam dalam diri. Silakan keluarkan segala luka dan duka yang sedang mengimpit hati. Keluarkan semuanya hingga jiwa menjadi bebas, sebebas burung elang yang terbang di atas cakrawala. Bukankah hidup hanyalah tempat persinggahan untuk menyeruput secangkir kopi?" Sang Pelayan sejenak memberi jeda.

"Silakan Kakak tulis apa saja di kertas ini. Bisa sebait puisi, ungkapan hati, atau apa saja yang ingin Kakak tulis. Jika berkenan, tulisan Kakak akan kami pajang di dinding Kedai Kata selama 24 jam bersama tulisan dari pelanggan lainnya."

Lelaki itu mengangguk dan mengambil kertas serta pena dari sang Pelayan yang tak lama kemudian ikut mengangguk sekaligus meminta izin untuk menyiapkan pesanannya.

**

Lelaki itu mencoba berbicara dengan dirinya sendiri. Mengingat kejadian yang belum lama ini ia alami. Kejadian yang membuat ia merasa seperti kehilangan kewarasannya. Dan kini, ia sedang berupaya untuk menghapus ingatan atas kejadian itu. Tak terasa, air mata menitik dari ujung matanya dan jatuh di atas kertas di hadapannya.

Kejadian itu sudah berlalu, namun penyesalan atas kejadian itu belum juga luruh seiring bertambahnya waktu. Lelaki itu telah memohon ampun kepada Tuhan, namun belum meminta maaf kepada orang yang sepantasnya ia mintai maaf. Dan ia pun tak yakin jika orang yang sepantasnya ia mintai maaf itu akan memaafkannya. Dengan berderai air mata, ia menuliskan kata-kata yang ditujukan untuk menghibur dirinya sendiri.

Jika kamu sudah tidak kuat dengan rasa pahit, tidak ada salahnya kamu tambahkan sesuatu yang manis di dalamnya supaya kamu tetap bisa menikmati rasa pahit itu.

AM

 Sang Pelayan kembali dengan membawa pesanan lelaki itu. "Silakan dinikmati moccacino-nya, Kak."

"Terima kasih," jawab lelaki itu sambil menyerahkan kertas yang telah berisi goresan kata di atasnya.

Lelaki itu menyeruput secangkir moccacino-nya. Menikmati pahit dari kopi yang bercampur dengan manis dari susu dan kenyamanan yang ditawarkan oleh cokelat di dalamnya.

Setelah moccacino-nya tandas, ia segera meninggalkan Kedai Kata. Dan persis lelaki itu keluar, ada satu pelanggan perempuan yang masuk. Seperti halnya si Lelaki, perempuan itu juga baru pertama kali datang ke tempat itu. Perempuan itu berjalan mengelilingi kedai kopi itu terlebih dahulu sebelum duduk. Ia memperhatikan hanya ada satu kursi pada setiap meja. Lampu-lampu yang tergantung di plafon menyala remang-remang. Lampu-lampu itu seakan dipasang hanya untuk menandakan bahwa tempat itu memiliki kehidupan. Dinding kedai itu dipenuhi pigura yang berisi secarik kertas dengan berbagai macam kata yang digores di atasnya. Pada setiap pigura, terdapat sebuah lampu sorot sebagai bentuk apresiasi terhadap setiap kata yang ditulis oleh para pelanggan. Dan, ia berhenti pada salah satu pigura dengan untaian kata yang terasa begitu mewakili perasaannya saat ini.

Matanya sesaat memelototi tulisan itu lebih dalam. AM. Ia langsung teringat dengan seseorang dengan inisial yang sama. Apakah AM di sini sama dengan AM yang ada di dalam pikirannya?

"Permisi, Kak. Ada yang bisa kami bantu?" tanya sang Pelayan.

"Apakah masih ada bangku kosong?"

"Silakan, di sana masih ada, Kak."

Perempuan itu mengangguk pertanda menyatakan terima kasih. Setelah ia duduk, sang Pelayan menanyakan minuman atau makanan apa yang hendak dipesan oleh pelanggan barunya.

"Moccacino-nya, Mas."

"Pesanan kami catat. Ada yang mau dipesan lagi, Kak?"

"Cukup."

Sang Pelayan dengan sigap segera memberikan secarik kertas dan sebuah pena. Ia kembali menjelaskan fungsi kertas dan pena yang ia bagikan. Perempuan itu mengangguk. Sang Pelayan meninggalkan perempuan itu untuk segera menyiapkan pesanannya. Namun, hingga moccacino-nya habis, kertas itu tetap bersih dari coretan.

**

Malam demi malam terus berlalu sebagaimana mestinya. Lelaki itu selalu datang ke Kedai Kata setelah kedatangannya yang pertama. Ia tak tahu pasti sesuatu apa yang membuatnya harus datang ke tempat itu. Barangkali ia kecanduan dengan moccacino-nya, atau mungkin ketagihan dengan kenyamanan di dalamnya.

Tidak si Lelaki, tidak juga si Perempuan. Ia juga tidak pernah alpa datang ke Kedai Kata. Ia selalu datang setelah kedatangan sosok berinisial AM. Bukan sebuah kebetulan. Perempuan itu memang datang ke Kedai Kata sebab penasaran dengan kata-kata yang ditulis oleh sosok berinisial AM. Namun ia belum ingin bertemu dengan sosok itu. Ia hanya ingin menyelami kata-kata dari sosok berinisial AM. Berikut adalah kata-kata dari sosok berinisial AM di hari kedua, ketiga, dan keempat.

Sesuatu yang manis jika dikonsumsi setiap saat nyatanya memang tidak baik. Bukan hanya membuat diabetes tapi juga membuatmu kecewa jika secara tiba-tiba harus mengonsumsi sesuatu yang pahit setelah sebelumnya kamu selalu mengonsumsi sesuatu yang manis.

AM

Pahit manis kehidupan akan senantiasa hadir meski ia tak diundang. Yang membedakan adalah penerimaan setiap orang atas pahit dan manisnya kehidupan itu.

AM

Manusia hidup dengan menghirup oksigen, namun mengapa aku tidak bisa hidup tanpa menghirup cinta?

AM

Perempuan itu semakin penasaran dengan sosok berinisal AM setelah empat hari beruntun ia membaca kata-katanya. Ia semakin penasaran sebab di hari keempat, sosok itu menggunakan kata "cinta" yang pada tiga hari sebelumnya tak pernah ia pakai. Bukan itu saja. Ia juga penasaran dengan munculnya kata "hidup" yang mana merupakan lawan kata dari "mati". Kata-kata itu terasa begitu dekat dengan AM yang ada di dalam pikirannya.

Pada hari kelima, perempuan itu semakin penasaran sebab tidak ada pigura yang memajang tulisan dari sosok berinisial AM.

"Ada yang bisa kami bantu, Kak?" tanya sang Pelayan yang tentu saja ditemani dengan senyumnya.

"Apakah AM tidak datang ke Kedai Kata hari ini?"

"AM hari ini datang seperti biasanya, Kak."

"Mengapa tidak ada tulisan dari AM?"

"Ia memang tidak menuliskan apa-apa hari ini, Kak. Ia hanya mengembalikan kertas kosong yang kami berikan sambil berkata bahwa hatinya sedang kosong."

**

Hari keenam, perempuan itu kembali ke Kedai Kata di waktu yang sama. Ia kembali berjalan menyusuri dinding hingga kembali menjumpai tulisan dari sosok berinisial AM.

Cinta bisa membuat orang menjadi buta dan tuli. Seperti halnya yang kurasakan. Cinta telah membutakan akalku.

AM

Tak salah lagi, sosok itu memang benar AM yang ada di dalam pikiran perempuan itu.

Hari ketujuh. Seperti yang sudah diprediksi, sosok berinisial AM datang ke Kedai Kata. Sebelum ia sempat duduk, si Perempuan juga datang ke Kedai Kata. Mereka saling beradu pandang. Tidak ada percakapan di antara mereka, sebagaimana tidak ada percakapan di antara para pelanggan Kedai Kata.

Setelah berhari-hari menyelami kata-katanya, kini perempuan itu dapat memastikan bahwa sosok berinisal AM yang ada di hadapannya adalah sosok AM yang ada di dalam pikirannya.

"Maafkan aku." ucap AM sambil menunduk.

"Mati kamu dasar pembunuh!"

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun