Sesampainya di kantor, sepi. Sembari sarapan, nyicil kerjaan, aku gunakan untuk melanjutkan AADC. Kuselesaikan sisa yang kutonton tadi.
AADC beres, kantor masih sepi. Kulanjutkan AADC 2, kantor masih sepi. Anehnya lagi, justru aku ulang AADC sambil membayangkan dan merasakan posisi Cinta.
Kini terasa beda, malah ada sesak di dada. Sesekali bahkan aku pilih-pilih scene yang aku suka, seperti puncak galau Cinta sebelum Rangga pergi ke New York atau ketika Cinta merasa ada yang berbeda dari Rangga yang meminta maaf padanya di mobil sebelum mereka pergi ke Klinik Kopi.
Apa yang dialami Cinta, apa yang dihadapi Cinta, hingga apapun yang dalam pikiran Cinta jadi sesuatu yang menarik.
Lantas terpikir, bagaimana back-story karakter Cinta ini dibentuk? Cinta dan Dian Sastro adalah 2 hal yang berbeda, aku percaya. Tetapi, apakah ada Dian Sastro dalam diri Cinta? Inipun aku percaya: ada, walau sedikit.
Sambil membereskan kerjaan, aku cari-cari wawancara Dian Sastro. Tidak banyak ternyata. Ada, tetapi kadang isinya sama.
Sampai akhirnya menemukan obrolan Mas Beginu dengan Dian Sastro sekitar 2 tahunan yang lalu.
Dian Sastro bicara panjang lebar. Mas Beginu tidak memotong cerita panjang tersebut meski berpindahnya cukup lulumpatan: dari perjalanan hidup, buku, masa kuliah, hingga isu perempuan.
Jika aku lepaskan dan bongkar-pasang sendiri timeline yang terjadi antara Dian Sastro dan Cinta, entah kenapa, cocok.
Aku jadi bisa merasakan bagaimana tuff-nya Cinta semasa SMA. Ingat bagaimana ketika Cinta pertama kali membawakan musikalisasi puisi atas karya Rangga yang dilombakan di cafe tempat sepupunya Rangga?
Bosan, aku dengan fana
dan enyah saja kau pekat
seperti berjelaga jika
kusendiri.