Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengusung Politik Identitas, Idealis atau Pragmatis?

20 Maret 2023   08:10 Diperbarui: 20 Maret 2023   08:18 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengurus Partai Ummat saat jumpa pers di kantor DPP Partai Ummat, Jakarta. 13/12/2022 (Kompas.id/Rebiyyah Salasah).

Partai Ummat tidak henti-hentinya menjadi perhatian publik Indonesia belakangan ini, dari gagalnya partai ini dalam verifikasi faktual KPU namun berhasil diloloskan dengan menambah waktu perbaikan Partai Ummat untuk melengkapi kekurangan yang diperlukan untuk lolos verifikasi faktual. Pada bulan Februari partai ini kembali membuat gempar masyarakat dengan mengatakan akan mengusung politik identitas dalam kampanyenya di Pemilu tahun depan.

Lantas hal ini banyak dikecam banyak pihak karena pada Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019 yang membuat banyak orang terbelah karena berbedanya pilihan calon pemimpin mereka yang didasarkan pada identitas calon entah melalui agama atau etnis tertentu.

Tetapi mungkin saja mengusung politik identitas seperti yang dilakukan oleh Partai Ummat sebagai suatu hal yang realistis bagi partai baru ini. Hal ini tidak terlepas dari kondisi partai-partai politik Indonesia yang sangat pragmatis tanpa memedulikan ideologi yang dibawa oleh partai sejak dimulainya kembali sistem multipartai pada era Reformasi.

Catch-all party

Hal ini dijelaskan oleh Imawan (2004) dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Politik FISIPOL UGM yang disampaikan pada, 4 September 2004. Dalam pidatonya ia menganggap Kerancuan ideologi partai ini sangat memperlihatkan kondisi partai-partai sekarang yang tidak memiliki prinsip atau idealisme yang kuat dan hanya fokus untuk merebutkan kursi di pemilihan parlemen maupun kursi-kursi di daerah yang menimbulkan kesan pragmatis bagi partai-partai baru ini. Fokus merebutkan kursi-kursi banyak partai-partai yang mencoba mendapatkan dukungan dari semua golongan (atau biasa disebut dengan catch-all party) dengan berbagai kampanye dan bantuan-bantuan sosial dengan tidak menonjolkan suatu ideologi tertentu dari dalam partai agar bisa diterima semua elemen masyarakat.

Partai-partai yang baru ini banyak yang mencoba untuk menarik dukungan keberbagai golongan dengan mengorbankan ideologi partai yang tidak menjadi perhatian utama juga disebabkan karena para petinggi partai-partai ini melihat perjalanan banyak partai yang gagal atau bubar karena tidak bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dimana di tiap zaman memiliki kebutuhan dan aspirasi yang berbeda. Di masa Reformasi sendiri terlihat masyarakat yang tidak terlalu memedulikan ideologi suatu partai politik tertentu asalkan bisa menyejahterakan mereka, mereka akan memilih partai tersebut ketika Pemilihan Umum (Pemilu). Jika partai politik tetap coba menjadi lebih idealis otomatis mereka akan tertinggal dengan partai-partai yang lebih oportunis dan pragmatis karena para pemilih akan memilih yang mereka rasa sesuai dengan apa yang mereka butuhkan saat itu.

Untung rugi partai ummat pakai politik identitas

Jika kita coba pikirkan tentu ada kerugian dan keuntungan dari ide yang cukup gila yang dilakukan partai Ummat ini dengan mengusung politik identitas. Kerugian yang didapat partai ini bisa dilihat dari saat pengumuman hal tersebut dengan dikecam oleh banyak masyarakat yang sudah muak dengan keterbelahan yang sudah terjadi pada Pemilu sebelum-sebelumnya dan ingin kampanye lain tanpa menimbulkan gejolak di masyarakat.

Persepsi buruk oleh masyarakat luas tentu akan memengaruhi elektabilitas partai ini yang sebenarnya sebelum dan setelah pengumuman hal tersebut partai ini masih mendapat perolehan elektabilitas dibawah 1% yang membuat akan sangat sulit partai ini untuk melebarkan basis pemilih mereka seperti partai lain yang banyak melakukan cara catch all-party pada pemilu proposional terbuka.

Namun dengan mengusung politik identitas tentu tidak hanya kerugian yang didapat oleh partai besutan Amien Rais ada kemungkinan keuntungan dari langkah dilakukan partai itu seperti bisa memaksimalkan ceruk pemilih islam sayap kanan yang akan termakan dengan kampanye politik identitas.

Tentu saja hal ini tidak bisa menjadi jaminan Partai Ummat akan lolos ambang batas parlemen 4% pada Pileg mendatang karena belum ada kajian ilmiah atau pun survei elektoral yang bisa mengukur berapa jumlah orang-orang yang akan memilih Partai Ummat jika mengusung politik Identitas.

Idealis atau pragmatis

Melihat partai Ummat yang mencoba "melawan arus" pada Pileg 2024 ini tentu banyak juga yang bertanya apakah ini merupakan langkah yang idealis dari partai islam mengingat banyak partai yang sudah tidak memedulikan ideologi partai dan mementingkan berbagai cara demi meningkatkan suara mereka di tiap penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.

Tapi bisa saja justru itu merupakan langkah pragmatis karena kemugkinan lain alasan sebenarnya mengusung politik identitas merasa sulit menarik para pemilih jika yang dikampanyekan ialah ide-ide sedangkan masyarakat Indonesia masih lebih terpaku pada sosok tertentu, belum lagi sejak munculnya sosok  Joko Widodo yang sangat terkenal sebagai orang populis untuk menarik para pemilih hingga ia mampu menjadi presiden selama dua periode kepemimpinan. Hal ini akan melihat langkah partai baru ini lebih pada langkah pragmatis tetapi memiliki resiko yang tinggi karena membatasi basis pemilih mereka sendiri.

Namun tetap saja kepastian idealis atau pragmatis ide partai Ummat ini hanya bisa diketahui oleh internal partai itu sendiri, tetapi jika saya sebagai orang yang memiliki ketertarikan dengan politik Indonesia melihat hal ini lebih pada langkah pragmatis partai dibandingkan sebagai langkah idealis mengingat tokoh-tokoh partai Ummat seperti Amien Rais dalam rekap jejak politiknya lebih banyak melakukan cara-cara realistis untuk meraup suara ketika masih berada di Partai Amanat Nasional (PAN).

 

Sumber:

  • Imawan, R. (2004). Partai Politik di Indonesia: Pergulatan setengah hati mencari jati diri. Naskah pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Politik FISIPOL UGM yang disampaikan pada, 4 September 2004.
  • Nurjaman, A. (2014). Party Survival: Strategi Meraih Kursi di Era Reformasi. Jurnal Humanity, 9(2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun