Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pustakawan Bergaji Rendah, Profesi Penting yang Terlupakan

16 September 2025   07:23 Diperbarui: 16 September 2025   07:23 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gambar ini dihasilkan dengan bantuan AI 

"Buku adalah jendela dunia." Ungkapan ini begitu sering kita dengar sejak bangku sekolah. Namun, siapa sebenarnya yang menjaga agar jendela itu tetap terbuka? Jawabannya: pustakawan. Ironisnya, di balik peran vital mereka dalam dunia pendidikan dan literasi, pustakawan justru masih diperlakukan sebagai profesi kelas dua---bergaji rendah, jarang diperhatikan, bahkan sering kali luput dari pembicaraan kebijakan publik.

Realitas yang Mengkhawatirkan

Berdasarkan survei daring yang dilakukan Tim Jurnalisme Data Harian Kompas pada 20--29 Agustus 2025, terungkap bahwa sebagian besar pustakawan masih bergaji rendah. Survei terhadap 616 responden pustakawan ini menunjukkan bahwa kondisi paling parah dialami pustakawan sekolah. Mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membangun budaya literasi anak-anak bangsa justru kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.

Tidak berhenti di soal gaji, pustakawan juga mengeluhkan ketiadaan jenjang karier yang jelas. Alih-alih diberi ruang berkembang, profesi ini seakan dibiarkan berjalan di tempat. Bagaimana mungkin kesejahteraan meningkat jika tangga karier tidak tersedia?

Pustakawan: Penjaga Sunyi Pengetahuan

Mari kita tengok realitas di lapangan. Pustakawan bukan hanya "penjaga rak buku." Mereka adalah fasilitator literasi, kurator pengetahuan, sekaligus pemandu informasi di tengah banjir data digital. Di sekolah, pustakawan membantu siswa menemukan bacaan yang sesuai. Di perguruan tinggi, mereka mendampingi mahasiswa dalam riset. Di perpustakaan umum, pustakawan menjadi sahabat masyarakat yang haus akan bacaan murah dan berkualitas.

Namun, seberapa banyak kita benar-benar menghargai mereka? Bandingkan dengan profesi lain di sektor pendidikan. Guru, meski masih menghadapi banyak persoalan, memiliki jalur karier yang lebih terstruktur. Sementara pustakawan, sering kali terjebak dalam status kontrak atau honorer yang tak kunjung berubah.

Akar Masalah: Pandangan yang Menyempitkan


Ada persoalan kultural yang lebih dalam: profesi pustakawan masih dipandang sebelah mata. Dalam banyak kasus, pustakawan dianggap hanya "tukang jaga buku" tanpa kompetensi khusus. Padahal, mereka dituntut menguasai manajemen informasi, teknologi digital, hingga keterampilan literasi media. Ketika pemerintah berbicara tentang peningkatan kualitas pendidikan, pustakawan jarang masuk daftar prioritas.

Tidak heran bila banyak pustakawan merasa terpinggirkan. Mereka mengabdi di ruang sunyi perpustakaan, namun tidak pernah benar-benar didengar dalam forum-forum kebijakan pendidikan.

Dampak terhadap Masa Depan Literasi

Gaji rendah dan ketiadaan jenjang karier tidak hanya merugikan pustakawan sebagai individu, tetapi juga berdampak langsung pada masa depan literasi bangsa. Bagaimana mungkin kita berharap anak-anak mencintai buku jika pustakawannya sendiri tidak diberi penghargaan yang layak? Bagaimana bisa layanan perpustakaan berkembang jika para pengelolanya hidup dalam keterbatasan?

Negara yang ingin maju tidak cukup hanya membangun gedung perpustakaan megah. Lebih penting dari itu adalah memastikan pustakawan yang bekerja di dalamnya sejahtera, profesional, dan dihargai.

Belajar dari Negara Lain


Jika menengok ke negara-negara maju, posisi pustakawan jauh lebih strategis. Di Kanada dan beberapa negara Eropa, pustakawan diposisikan sejajar dengan tenaga pendidik lain. Gaji mereka tidak kalah kompetitif, bahkan ada program beasiswa dan pelatihan berkelanjutan untuk memastikan keterampilan mereka selalu relevan dengan perkembangan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun