Kata yang sering membuat jantung berdebar, kepala mendidih, dan hati seperti diremas.Â
Dalam kebudayaan manapun, perselingkuhan hampir selalu dianggap sebagai pengkhianatan terhadap komitmen dan kepercayaan dalam suatu hubungan.Â
Namun, terlalu sering kita berhenti hanya pada level itu: marah, mengutuk, lalu putus atau saling menyalahkan.Â
Padahal, memahami perselingkuhan bukan hanya soal mengecam tindakan, tetapi juga menggali akar penyebabnya.Â
Seperti dokter yang tidak hanya meresepkan obat penghilang demam, tetapi juga mencari sumber infeksi di baliknya, begitu pula seharusnya kita memperlakukan persoalan ini.
Secara umum, perselingkuhan didefinisikan sebagai keterlibatan emosional dan/atau fisik dengan seseorang di luar hubungan utama yang telah disepakati secara monogamis.Â
Dalam bentuknya yang paling tampak, ia bisa berupa hubungan seks, percintaan rahasia, atau bahkan "perselingkuhan emosional" yang tak kalah merusak.Â
Dampaknya jelas: rasa dikhianati, kehilangan kepercayaan, trauma emosional, hingga keretakan keluarga.
Namun, berhenti di situ saja membuat kita terjebak dalam narasi yang hanya menghukum tanpa menyembuhkan.Â