Kita bisa marah---dan itu wajar---tapi bagaimana jika di balik tindakan perselingkuhan itu ada cerita yang lebih rumit?
Perselingkuhan, pada dasarnya, adalah gejala.Â
Ia adalah manifestasi dari sesuatu yang lebih dalam: ketidakpuasan, luka lama, relasi yang tidak setara, atau kebutuhan batin yang tak terpenuhi.
Banyak pasangan yang awalnya berjalan harmonis, perlahan menghadapi hambatan ketika kebutuhan emosional dan fisik tidak lagi dipenuhi satu sama lain.Â
Ketika komunikasi memburuk, keintiman meredup, atau rutinitas menggantikan kedekatan, muncul celah yang tak kasat mata.Â
Celah inilah yang kemudian, jika tidak ditangani, menjadi jalan masuk bagi kehadiran orang ketiga.
Namun, penting untuk diingat: ketidakpuasan bukan justifikasi. Ia hanya menjelaskan, bukan membenarkan.
Beberapa pelaku perselingkuhan sebenarnya tidak sedang 'bermasalah' dengan pasangannya, melainkan sedang bergulat dengan dirinya sendiri.Â
Individu dengan harga diri rendah, misalnya, sering mencari validasi dari luar. Mereka ingin merasa diinginkan, dicintai, atau dianggap menarik.Â
Dalam beberapa kasus, trauma masa kecil---seperti kehilangan figur ayah atau ibu, atau menyaksikan perselingkuhan orang tua---juga menciptakan pola relasi yang tidak sehat di masa dewasa.
Selain itu, gangguan psikologis tertentu seperti kecanduan seks, depresi, atau narsisme juga bisa memperbesar risiko perselingkuhan.Â