Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Interview Kerja Jadi Mimpi Buruk Gen Z?

18 Juli 2025   06:57 Diperbarui: 18 Juli 2025   06:45 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wawancara kerja Gen Z: Tegang tapi penuh harapan./Ilustrasi Gambar dihasilkan dengan bantuan AI. Jumat, (18/7/2025)

Sebagian proses interview kerja belum sepenuhnya bertransformasi mengikuti perkembangan zaman. Pertanyaan-pertanyaan klise seperti "Ceritakan tentang diri Anda dalam 3 menit" atau "Apa yang Anda lakukan jika terjadi konflik di tim?" seringkali terdengar seperti soal ujian ketimbang pembuka diskusi dua arah. Padahal, Gen Z menyukai proses yang otentik dan humanis. Mereka ingin dilihat sebagai manusia, bukan hanya pelamar kerja.

Interview yang terlalu formal, penuh birokrasi, atau bahkan terlalu personal (misalnya bertanya soal status pernikahan atau rencana punya anak), bisa membuat mereka merasa terasing. Alih-alih menjadi momen mengenal perusahaan, interview malah jadi sesi interogasi tanpa empati.

4. Persiapan Minim, Bukan Karena Malas

Stereotip bahwa Gen Z malas mempersiapkan interview tidak sepenuhnya tepat. Banyak dari mereka justru kebingungan mencari referensi yang sesuai. Materi pelatihan karier di kampus pun sering kali belum relevan dengan dinamika industri yang cepat berubah.

Beberapa dari mereka bahkan mengandalkan video YouTube, konten TikTok, atau simulasi AI untuk berlatih interview. Sayangnya, tanpa bimbingan nyata dan feedback langsung, latihan tersebut kerap tak cukup melatih mental. Di hari H, tekanan yang dihadapi terasa terlalu nyata dibanding latihan yang mereka jalani.

5. Bahasa Tubuh: Antara Gugup dan Salah Paham

Bagi sebagian pewawancara, gestur gugup, kurang tatap mata, atau jeda dalam menjawab bisa dianggap sebagai tanda ketidaksiapan. Padahal bagi Gen Z, hal itu bisa muncul karena kecemasan sosial atau overthinking. Mereka takut salah bicara, takut over-confident, bahkan takut dianggap sok tahu jika menjawab terlalu cepat.

Ironisnya, niat mereka untuk hati-hati justru sering diartikan sebagai kurang kompeten. Maka terjadilah miskomunikasi antar generasi---di mana pewawancara mencari antusiasme dan spontanitas, sementara pelamar justru sibuk menjaga ekspresi agar tak salah langkah.

6. Dunia Kerja Tak Lagi Sekadar "Kerja"

Satu hal yang juga membuat interview terasa sulit bagi Gen Z adalah perubahan cara pandang terhadap pekerjaan. Bagi banyak dari mereka, kerja bukan hanya soal gaji dan jabatan, tetapi juga makna, fleksibilitas, dan keseimbangan hidup. Maka ketika pewawancara berkata, "Kami mencari yang siap lembur dan loyal," sebagian dari mereka justru mundur perlahan dalam hati.

Bukan karena manja, tapi karena mereka punya ekspektasi berbeda terhadap kehidupan. Mereka lebih tertarik pada perusahaan yang menjunjung nilai inklusif, transparan, dan menghargai waktu pribadi. Jika proses interview tidak mencerminkan nilai itu, maka hubungan kerja pun terasa seperti jebakan, bukan kesempatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun