Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Digitalisasi Budaya: Tanggung Jawab Generasi Muda di Era Teknologi

4 Juli 2025   13:52 Diperbarui: 4 Juli 2025   13:58 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemuda dengan busana adat: simbol pelestarian budaya yang kini hadir dalam bentuk digital. (Sumber: Canva)

Dalam era digital seperti sekarang, kita bisa mengenakan batik melalui filter Instagram, menikmati wayang dari YouTube, hingga belajar seni ukir lewat metaverse. Tidak lagi sekadar benda fisik atau pertunjukan panggung, seni tradisional Nusantara kini menari-nari di layar gawai kita. Selamat datang di era digitalisasi budaya: saat warisan leluhur bertemu teknologi!

Menyelamatkan Budaya Lewat Klik

Digitalisasi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan. Banyak karya tradisional yang perlahan memudar ditelan zaman, tak lagi dipelajari, apalagi diwariskan. Saat inilah teknologi hadir sebagai penyambung lidah antar-generasi. Lewat digitalisasi, seni tradisional seperti batik, wayang, hingga seni ukir bisa diakses oleh siapa saja, kapan saja.

Bayangkan seorang anak muda di Eropa yang belajar membatik dari YouTube, atau pelajar di Papua yang membuat animasi bertema wayang kulit. Semua ini dimungkinkan karena seni tak lagi dibatasi oleh ruang fisik. Ia menembus batas geografis dan hadir dalam bentuk ilustrasi, animasi, hingga realitas virtual.

Menghidupkan yang Nyaris Mati

Banyak seni dan kriya tradisional yang kini seakan hidup kembali, justru karena digitalisasi. Misalnya, motif batik yang dulu hanya dikenakan saat upacara kini bisa ditemukan sebagai desain antarmuka aplikasi. Seni ukir klasik menjadi inspirasi NFT, dan tari tradisional dijadikan gerakan dalam gim edukasi.

Ini bukan berarti menggadaikan budaya ke dunia maya. Justru sebaliknya: digitalisasi adalah bentuk adaptasi, bukan pelarian. Layaknya naskah kuno yang dipindai agar tak dimakan rayap, seni tradisional juga perlu bentuk baru agar tidak punah.

Seni Bertemu Startup

Fenomena menarik terjadi ketika pelaku budaya bekerja sama dengan pelaku startup. Banyak platform kini menghadirkan galeri virtual, katalog batik interaktif, hingga pelatihan daring bagi pengrajin lokal. Digitalisasi ini membuka akses ekonomi sekaligus menumbuhkan rasa bangga terhadap identitas budaya.

Di sisi lain, hadirnya media sosial mempercepat penyebaran konten budaya. Kita bisa viral bukan hanya karena joget TikTok, tapi juga karena membawakan tari Saman dalam versi modern. Yang penting: tetap menjaga ruh budayanya.

Tantangan: Jangan Hanya Jadi Pajangan Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun