Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Suara Kritis Dibungkam: Intimidasi terhadap Penulis Opini dan Tantangan bagi Demokrasi Indonesia

26 Mei 2025   14:42 Diperbarui: 26 Mei 2025   14:42 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Dewan Pers Komarudin Hidayat (MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS)

Apa yang dapat kita pelajari dari kasus ini?

Pertama, perlu adanya ruang aman bagi warganegara untuk menyampaikan kritik, terlebih bila kritik tersebut didasarkan pada analisis yang objektif dan konstruktif. Penulis opini, terlebih di platform media arus utama, harus merasa terlindungi dan didukung ketika menyuarakan pendapat mereka.

Kedua, media massa sebagai institusi publik memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya menjaga keberimbangan dan akurasi, tetapi juga melindungi kontributor dan wartawan dari ancaman eksternal. Media tidak boleh menyerah terhadap tekanan yang melemahkan independensi editorial mereka.

Ketiga, aparat penegak hukum perlu menunjukkan keberpihakan terhadap hukum dan keadilan, bukan pada kekuatan yang mencoba membungkam suara kritis. Penyelidikan terhadap dugaan intimidasi terhadap penulis opini harus dilakukan secara menyeluruh agar kasus serupa tidak berulang.

Keempat, publik memiliki peran penting sebagai penjaga demokrasi. Dukungan terhadap korban intimidasi, serta sikap kritis terhadap setiap pembungkaman opini, harus menjadi gerakan bersama. Demokrasi yang sehat memerlukan partisipasi aktif warganya, bukan kepatuhan pasif karena rasa takut.

Penutup: Demokrasi Tak Boleh Terkikis Diam-diam

Kasus pencabutan opini dan dugaan intimidasi ini bukan sekadar soal satu tulisan yang hilang dari laman media. Ia adalah cermin dari kondisi kebebasan sipil kita hari ini. Ketika suara kritis dibungkam, dan media tidak cukup kuat untuk menahan tekanan, maka yang terkikis bukan hanya teks sebuah opini, melainkan nyawa dari demokrasi itu sendiri.

Dewan Pers telah menunjukkan sikap tegas dan sesuai jalur. Namun, keberlanjutan dari upaya perlindungan terhadap kebebasan pers membutuhkan solidaritas lebih luas: dari komunitas jurnalis, masyarakat sipil, lembaga hukum, hingga publik pembaca. Demokrasi tidak tumbuh di ruang hampa. Ia hanya akan hidup jika kita semua merawatnya bersama-sama---dengan menolak intimidasi, mendorong keberanian, dan terus membuka ruang dialog yang sehat.

Sumber: ePaper KOMPAS 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun