Dimensi Hukum dan Etika Pers
Dari sisi hukum, tulisan opini di media massa termasuk dalam produk jurnalistik yang dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Hal ini dijelaskan oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Bayu Wardhana. Menurutnya, opini merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi dan patut mendapatkan perlindungan sebagaimana halnya berita atau laporan investigatif.
"Kalau itu sudah menjadi produk jurnalistik, tidak mudah untuk dicabut. Meski demikian, pencabutan memungkinkan dilakukan dengan alasan tertentu," kata Bayu.
Pedoman Media Siber yang menjadi acuan praktik jurnalistik digital memungkinkan pencabutan artikel jika menyangkut kesusilaan, perlindungan anak, atau isu SARA. Ancaman terhadap keselamatan jiwa penulis memang belum secara eksplisit tercantum dalam pedoman tersebut, namun bisa menjadi pertimbangan etis oleh redaksi.
Tetap saja, pencabutan harus dilakukan secara transparan dan disertai penjelasan yang jelas kepada publik. Dalam kasus ini, meskipun keselamatan penulis menjadi alasan yang sah, redaksi seharusnya tidak terburu-buru menyebut pihak lain, seperti Dewan Pers, sebagai pemrakarsa pencabutan tanpa konfirmasi terlebih dahulu.
Gejala Swasensor dan Ancaman Demokrasi
Kasus Detik.com bukanlah insiden tunggal. Menurut Bayu, terdapat pola berulang dalam beberapa waktu terakhir yang menunjukkan adanya kecenderungan pembungkaman suara kritis melalui intimidasi. Ia mencontohkan kasus pengiriman kepala babi dan bangkai tikus ke kantor redaksi majalah Tempo pada Maret 2025 serta gangguan terhadap diskusi mahasiswa di Semarang, Jawa Tengah, pada April 2025.
Jika dibiarkan, tindakan-tindakan semacam ini akan menumbuhkan iklim ketakutan dan menyuburkan praktik swasensor di kalangan jurnalis maupun penulis opini. Artinya, seseorang akan enggan menyuarakan kritik atau pandangan yang tajam karena takut akan mendapat balasan yang mengancam keselamatannya.
"Perlawanan terhadap segala bentuk teror dan intimidasi harus disuarakan terus-menerus oleh masyarakat sipil. Jika tidak, kita bisa kembali ke masa represif seperti Orde Baru," tegas Bayu.
Dalam demokrasi, perbedaan pandangan adalah keniscayaan. Bila setiap opini yang tajam terhadap pemerintah atau institusi tertentu justru dibalas dengan tekanan atau teror, maka nilai-nilai dasar demokrasi menjadi kehilangan maknanya.
Ruang Aman bagi Kritik Konstruktif