Paylater dan Risiko Utang Generasi Muda: Antara Kemudahan dan Ancaman Finansial
Oleh: Harmoko | Jum'at, 9 Mei 2025
Dalam era digital yang berkembang pesat, berbagai inovasi teknologi keuangan (fintech) bermunculan untuk menjawab kebutuhan masyarakat modern, khususnya generasi muda. Salah satu layanan yang paling populer dalam beberapa tahun terakhir adalah fitur pembayaran "paylater" atau beli sekarang, bayar nanti. Kemudahan yang ditawarkan oleh layanan ini tampak menggiurkan: seseorang dapat melakukan pembelian tanpa harus membayar secara langsung, melainkan menunda pembayaran hingga waktu tertentu, baik secara sekaligus maupun dicicil.
Namun, di balik kenyamanan tersebut, tersembunyi risiko yang patut menjadi perhatian serius, terutama bagi generasi muda yang belum sepenuhnya matang dalam pengelolaan keuangan pribadi. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai konsep paylater, faktor-faktor yang membuatnya digemari oleh generasi muda, serta potensi bahaya dan solusi preventif yang perlu diambil untuk mencegah jebakan utang yang berkepanjangan.
Konsep dan Popularitas Layanan Paylater
Layanan paylater pada dasarnya merupakan bentuk kredit jangka pendek yang disediakan oleh perusahaan fintech atau e-commerce. Berbeda dari kartu kredit konvensional yang dikeluarkan oleh bank, paylater sering kali lebih mudah diakses, tidak memerlukan syarat rumit, dan proses pendaftarannya berlangsung cepat. Cukup dengan memiliki akun di platform tertentu dan mengunggah data identitas, pengguna dapat langsung menikmati fasilitas kredit.
Popularitas layanan ini terutama didorong oleh gaya hidup digital generasi muda yang cenderung instan, fleksibel, dan berbasis online. Fitur paylater banyak tersedia di e-commerce, aplikasi pemesanan makanan, hingga layanan transportasi daring. Akibatnya, godaan untuk melakukan konsumsi impulsif menjadi semakin tinggi.
Survei Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen pengguna paylater berada pada rentang usia 20 hingga 35 tahun. Ini menunjukkan bahwa kelompok usia produktif yang seharusnya mulai membangun stabilitas finansial justru menjadi pasar utama layanan kredit konsumtif ini.
Daya Tarik Layanan Paylater bagi Generasi Muda
Ada beberapa faktor yang membuat generasi muda sangat mudah tertarik dengan paylater:
1. Akses Mudah dan Cepat
Proses aktivasi paylater sangat sederhana dibandingkan dengan kredit konvensional. Tidak ada verifikasi penghasilan yang ketat atau jaminan yang diperlukan. Dalam beberapa menit, layanan sudah aktif dan siap digunakan.
2. Tidak Terasa seperti Berutang
Secara psikologis, membayar nanti tidak terasa seberat membayar di muka. Transaksi terasa lebih ringan, sehingga banyak orang tergoda untuk melakukan pembelian yang sebetulnya tidak mendesak atau bahkan tidak diperlukan.
3. Gaya Hidup dan Tekanan Sosial
Media sosial membentuk ekosistem yang mendorong pamer gaya hidup. Banyak anak muda terdorong untuk membeli barang-barang bermerek, gadget terbaru, atau liburan mewah demi eksistensi di dunia maya, bahkan jika itu harus dilakukan dengan utang.
4. Kurangnya Literasi Keuangan
Banyak generasi muda belum memiliki pemahaman dasar tentang pengelolaan keuangan pribadi, termasuk perbedaan antara utang produktif dan konsumtif. Hal ini membuat mereka rawan terjerat utang tanpa memahami konsekuensinya.
Risiko Finansial yang Mengintai
Meski tampak menguntungkan, layanan paylater menyimpan sejumlah risiko yang signifikan:
1. Bunga dan Denda yang Tinggi
Banyak layanan paylater mengenakan bunga tinggi jika pembayaran terlambat, disertai denda harian atau bulanan. Jika pengguna tidak disiplin membayar, utang bisa membengkak dalam waktu singkat.
2. Perangkap Konsumtif dan Gaya Hidup Boros
Paylater mendorong pola belanja impulsif dan konsumsi yang tidak terencana. Kebiasaan ini berisiko membentuk gaya hidup boros yang sulit dikendalikan.
3. Menurunnya Skor Kredit
Banyak pengguna tidak menyadari bahwa keterlambatan atau kegagalan membayar cicilan paylater dapat tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK OJK). Ini bisa berdampak negatif terhadap kemungkinan pengajuan kredit lain di masa depan, termasuk KPR atau pinjaman usaha.
4. Gangguan Kesehatan Mental
Tekanan akibat utang yang menumpuk sering kali memicu stres, kecemasan, dan gangguan psikologis lainnya. Dalam beberapa kasus ekstrem, beban utang bahkan menyebabkan depresi dan tindakan tidak rasional.
5. Ketiadaan Proteksi Hukum yang Kuat
Layanan paylater dari fintech belum sepenuhnya diatur seketat lembaga keuangan resmi. Jika terjadi sengketa, konsumen cenderung dalam posisi lemah, terutama jika menggunakan layanan dari penyedia yang belum terdaftar di OJK.
Studi Kasus: Pengalaman Negatif Pengguna Paylater
Beberapa laporan media nasional mencatat kasus pengguna muda yang terjerat utang paylater hingga puluhan juta rupiah akibat belanja impulsif. Salah satu kasus yang mencuat adalah seorang mahasiswi yang menggunakan paylater untuk membeli barang-barang fesyen dan kebutuhan sehari-hari. Awalnya tampak ringan, namun dalam hitungan bulan utangnya mencapai lebih dari Rp15 juta karena penumpukan bunga dan denda keterlambatan.
Kasus lain terjadi pada seorang pekerja muda yang menggunakan paylater untuk membeli tiket konser, ponsel baru, dan makan di restoran mahal. Ketika kehilangan pekerjaan akibat PHK, ia kesulitan membayar cicilan. Akibatnya, ia masuk daftar hitam SLIK dan sulit mendapatkan pinjaman resmi untuk membuka usaha kecil.
Upaya Mengatasi dan Mencegah Krisis Utang di Kalangan Muda
Untuk menghindari risiko yang ditimbulkan oleh penggunaan layanan paylater, perlu dilakukan berbagai pendekatan, baik secara individu maupun kebijakan publik.
1. Meningkatkan Literasi Keuangan Sejak Dini
Pendidikan finansial perlu diterapkan sejak usia sekolah. Anak muda harus dibekali dengan pengetahuan mengenai manajemen keuangan pribadi, termasuk konsep utang, tabungan, investasi, dan perencanaan keuangan jangka panjang.
2. Mendorong Regulasi yang Lebih Ketat
OJK dan Bank Indonesia perlu memperketat pengawasan terhadap layanan paylater, termasuk menetapkan batas bunga, denda, dan mekanisme perlindungan konsumen. Penyedia layanan juga wajib menjelaskan secara transparan kepada pengguna mengenai risiko dan kewajiban yang melekat pada fasilitas kredit.
3. Membangun Kesadaran tentang Utang Sehat
Utang bukanlah sesuatu yang mutlak buruk, tetapi harus digunakan untuk tujuan yang produktif. Generasi muda perlu memahami bahwa utang konsumtif tanpa perencanaan hanya akan menjadi beban, bukan solusi.
4. Mendorong Gaya Hidup Minimalis dan Bijak Konsumsi
Melalui media sosial, influencer dan tokoh publik bisa menjadi agen perubahan dengan mengampanyekan gaya hidup hemat, minimalis, dan berorientasi pada nilai, bukan gaya. Budaya pamer harus dikikis dan digantikan dengan semangat kesederhanaan yang rasional.
5. Penguatan Layanan Konseling Keuangan
Lembaga pendidikan dan dunia kerja dapat menyediakan layanan konseling keuangan untuk membantu anak muda yang kesulitan mengatur keuangannya atau terjerat utang. Ini akan menjadi bentuk intervensi awal sebelum masalah membesar.
Penutup: Menimbang Manfaat dan Risiko secara Bijak
Fitur paylater pada dasarnya bukanlah produk yang keliru. Dalam banyak kasus, layanan ini memberikan manfaat nyata bagi pengguna, terutama ketika digunakan dengan bijak dan dalam kondisi darurat. Namun, tanpa pengendalian diri dan pemahaman finansial yang memadai, layanan ini dapat menjadi pedang bermata dua yang menjerumuskan penggunanya dalam krisis keuangan.
Generasi muda sebagai agen perubahan masa depan bangsa perlu dibekali dengan kemampuan untuk membedakan kebutuhan dan keinginan, serta memahami bahwa stabilitas keuangan dibangun bukan melalui konsumsi instan, melainkan melalui perencanaan yang matang dan disiplin dalam mengelola sumber daya.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, sektor keuangan, dan masyarakat, diharapkan kesadaran finansial generasi muda Indonesia dapat meningkat. Sebab, masa depan yang sejahtera bukan ditentukan oleh seberapa banyak kita bisa belanja hari ini, melainkan seberapa cerdas kita mengatur pengeluaran untuk kehidupan yang lebih baik esok hari.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI