Kebijakan tarif agresif yang diumumkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Kamis (03/04/2025), menimbulkan kekhawatiran serius tidak hanya di kalangan internasional, tetapi juga di dalam negeri AS sendiri. Â Kebijakan yang bertujuan melindungi kepentingan nasional ini berpotensi menjadi bumerang, memicu resesi ekonomi di negara adidaya tersebut.
Â
Secara sederhana, kebijakan tarif adalah penetapan bea masuk pada barang impor untuk melindungi industri dalam negeri. Namun, kebijakan tarif universal 10% yang diumumkan Trump, kecuali untuk Kanada dan Meksiko (berlaku sejak 5 April 2025), dan tarif resiprokal tambahan untuk negara-negara dengan surplus perdagangan (berlaku sejak 9 April 2025), memicu kekhawatiran akan dampak negatifnya.
Â
Langkah Trump untuk memberlakukan tarif tambahan yang signifikan terhadap sejumlah negara, termasuk China (total 145%), Kamboja (49%), Vietnam (46%), Thailand (36%), Indonesia (32%), Taiwan (32%), India (26%), dan Korea Selatan (25%), menimbulkan potensi perang dagang yang meluas. Tarif ini akan dikenakan pada berbagai produk impor, seperti elektronik, garmen, tekstil, komponen teknologi, mineral, minyak kelapa sawit, dan kendaraan.
Â
Kebijakan ini menimbulkan beberapa kekhawatiran utama:
Â
- Kenaikan Harga Konsumen: Tarif impor akan meningkatkan harga barang-barang di pasaran AS, membebani konsumen dan mengurangi daya beli.
- Penurunan Daya Saing: Tarif dapat mengurangi daya saing perusahaan AS di pasar global, karena produk-produk mereka menjadi lebih mahal dibandingkan produk impor.