Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Menyampaikan Pemikiran Pribadi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kemiskinan Nyata dan Kenyataan Dalam Data

31 Agustus 2025   21:30 Diperbarui: 1 September 2025   05:39 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KOMPAS.COM/NUR ZAIDI

Data pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik atau BPS beberapa waktu lalu, sempat memancing kegaduhan. Indonesia sebetulnya mencetak pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak pertengahan 2023, yaitu 5,12%, namun para pengamat meragukan keakuratan data dimaksud. Mereka menilai ada anomali antara data dengan kondisi di depan mata, yang seakan-akan berbanding terbalik.

Sebut saja, maraknya pemutusan hubungan kerja, sektor manufaktur yang masih lemah, dan yang terpenting, konsumsi rumah tangga yang tidak mengalami perubahan signifikan. Konsumsi rumah tangga menjadi kontributor terbesar pada perhitungan pertumbuhan ekonomi.      

Perdebatan perbedaan data ini bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya, muncul perbedaan angka kemiskinan versi BPS dengan Bank Dunia, atau perbedaan angka pengangguran dari BPS dengan International Monetary Fund. 

Perbedaan itu bukan berarti terdapat pertentangan data atau sajian informasi yang salah, tapi bisa dikarenakan metode atau cara survei yang berbeda, diantaranya kategori responden yang disurvei.

Independensi Data

Pada 2007, Argentina melaporkan inflasi tahunannya mengalami penurunan dari 9,8 persen menjadi 8,5 persen. Pencapaian itu mengantarkan kesuksesan kampanye calon presiden Cristina Fernández de Kirchner.

Belakangan diketahui, angka itu merupakan laporan palsu dari otoritas statistik. Angka inflasi sengaja dipoles atas perintah President Néstor Kirchner’s, suami Cristina. 

Kenyataannya, inflasi Argentina mencapai sekitar 25 persen. Manipulasi data itu berdampak fatal, pemerintah menanggung beban surat utang negara yang sangat besar. Lebih parah lagi, kredibilitas negara tersebut hancur di mata dunia internasional.

Itulah pelajaran berharga ketika independensi pengelolaan data diusik. Dalam jangka pendek memang terlihat cantik, namun dalam jangka panjang, perbuatan tersebut amat mematikan.

Ketika ada pihak tertentu yang mengkritisi kualitas data yang dikeluarkan, tindakan itu bisa diperlakukan sebagai kontrol publik. Memang, publik berhak memperoleh penjelasan mengenai data yang diterbitkan. Hak itu telah dilindungi oleh undang-undang mengenai keterbukaan informasi publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun