Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mental Tempe dan Memori 1998

13 September 2018   17:41 Diperbarui: 13 September 2018   17:45 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin itu memberi contoh.

Sejarah bangsa manapun di dunia ini memiliki kesamaan hukum. Siapa yang berani mencoba, maka ia akan berjaya. Mengapa Bangsa Amerika jaya dalam teknologi? Karena mereka berani mencoba dan bergaul dengan teknologi.

Mengapa Jepang, negeri kecil nan tandus yang pada tahun 1945 hancur itu kini berjaya dan makmur? Karena mereka berani mencoba. Sikap berani sangat dibutuhkan untuk membuat kita bangkit dari keterpurukan. Musthafa al-Ghulayaini dalam Izhatun Nsyi'n menyatakan bahwa keberanian merupakan pangkal bagi kemajuan. Kalau Anda ingin maju dan mengubah hidup, maka Anda harus berani mencoba dan berusaha.

Sikap positif keempat adalah tekun. Bangsa yang tekun akan mengalami kejayaan. Lihatlah peninggalan budaya bangsa-bangsa besar di dunia. The Great Wall di China, Colloseum di Italia, Petra di Jordania, Christ Redeemer di Brazil, Machu Picchu di Peru Chichen Itza di Meksiko, Piramid di Mesir, dan IPTEK di Barat Modern. Semua itu merupakan hasil ketekunan kolektif. Bangsa ini perlu melanjutkan ketekunan para empu, sastrawan, dan pemahat batu masa lalu yang berhasil menciptakan peninggalan budaya sekelas Candi Borobudur. Bila bangsa ini mengembangkan budaya tekunnya, pastilah menjadi bangsa yang  maju.

Sikap positif kelima adalah waspada. Bangsa ini terkapar akibat menuruti gelombang globalisasi. Kini saatnya menaklukkan globalisasi itu.

Strateginya bukannya menuruti globalisasi tapi melawannya dengan kembali pada jati-diri bangsa. Misalnya, globalisasi selalu mendewakan ekonomi pasar bebas sehingga yang kuat memakan yang lemah. Maka jati-diri bangsa mengajarkan agar yang kuat melindungi yang lemah (koperasi).

Globalisasi selalu mengedepankan teknologi canggih, seperti membuat pesawat, dan memandang sebelah mata teknologi pertanian dan perikanan. Jati-diri bangsa mengajarkan agar bangsa ini fokus pada keunggulan bangsa sendiri yakni keunggulan agraris dan kelautan.

Untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia tidak perlu membuat pesawat. Itu terlalu jauh. Toh, akhirnya juga ditukar dengan beras ketan. Yang harus dilakukan adalah memajukan pertanian dan kelautan karena pada saat bangsa-bangsa lain belum mempelajari pertanian dan kelautan, nenek moyang kita telah mendalaminya. Tanpa kembali kepada jati diri bangsa, bangsa ini akan kehilangan arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun