Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mental Tempe dan Memori 1998

13 September 2018   17:41 Diperbarui: 13 September 2018   17:45 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin itu memberi contoh.

Sebagai bangsa yang dianugerahi lautan luas, daratan subur, dan udara yang nyaris tanpa batas, mestinya Indonesia menjadi negeri makmur. Namun negeri cuilan surga ini kini bagai negeri tak bertuan. Rakyatnya keleleran. Pengemis menghiasi sudut-sudut kota besar.

Inikah yang dikehendaki para pendiri bangsa? Tidak. Para pemimpin wajib mencari jalan keluar masalah ini. Masyarakat pun harus merefleksi sikap mentalnya, agar tidak terus dianggap sebagai bangsa tempe. Sikap mental apakah yang harus ditinggalkan dan apa yang harus dikembangkan?

Untuk menjadi bangsa yang maju, bangsa ini harus menghindari 5 sikap negatif dan sebaliknya membiasakan diri dengan 5 sikap positif.

Sikap negatif

Sikap negatif pertama adalah panik. Bangsa panik akan sulit berpikir secara normal dalam menghadapi kenyataan sehingga sulit mengambil keputusan yang tepat.

Peristiwa Mei 1998 dan 1965 merupakan contoh bahwa bangsa ini sering panik setiap kali menghadapi ketegangan. Padahal kepanikan hanya akan membuat bangsa ini kehilangan kekuatan. Banyak contoh menunjukkan orang yang pandai seringkali dikalahkan oleh kepanikannya sendiri. Kepanikan terhadap sesuatu hanya akan membuat bangsa ini kalah sebelum bertanding.

Sikap negatif kedua adalah emosi. Bangsa ini mudah emosi. Fenomena penjarahan dan pengrusakan di berbagai kota pada Mei 1998 adalah contohnya. Padahal bangsa yang mudah meledak emosinya, akan hilang kepiawainya dalam menghadapi masalah. Ibarat orang yang marah, ia tidak akan bisa mengontrol akal dan pikiran sehatnya. Mengapa setiap kali ingin berubah, bangsa ini harus saling marah dan menumpahkan darah?

Sikap negatif ketiga adalah takut. Walaupun nenek moyang kita dulu pemberani, namun kini kita telah menjadi bangsa penakut. Minimnya jumlah pengusaha di negeri ini merupakan bukti bahwa bangsa ini telah berubah menjadi bangsa penakut. Banyak orang takut mengahadapi berbagai kesulitan usaha.

Di kota-kota besar, ketakutan berusaha kemudian memunculkan ide yang konyol. Orang lebih suka mengemis atau mengamen dari pada membuka usaha sendiri.

Sikap negatif keempat adalah suka hidup instan. Instan berarti cepat namun tidak prosedural. Bangsa ini telah berubah menjadi bangsa instan. Budaya cari pesugihan, nyontek dalam ujian, jual beli ijazah, suap, korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan contoh cara hidup instan. Krisis yang berlarut-larut sangat menggoda bangsa ini untuk menempuh cara instan. Padahal bangsa yang suka instan biasanya akan menjadi kerdil dan tidak tahan banting. Ibarat pisang yang dimatangkan dengan cara instan (dikarbit), ia akan cepat membusuk.

Sikap negatif kelima adalah ceroboh. Ceroboh merupakan sikap yang muncul akibat kurang perhitungan dan pengetahuan. Bukti bangsa ini ceroboh adalah kecelakaan pesawat, kecelakaan kereta api, dan kejadian terorisme yang cenderung berulang dengan sebab-sebab yang hampir sama. 

Bangsa ini suka abai pada hal-hal yang kecil maupun besar. Bangsa ini juga tidak pernah belajar dari pengalaman. Padahal, kerbau saja enggan terperosok dalam lubang yang sama.

Kelima sikap negatif tersebut telah menjadikan bangsa ini terpuruk. Untuk membangkitkan negeri impian ini, kita harus menjauhi 5 sikap negatif itu dan menggantinya dengan 5 sikap positif.

Sikap positif

Sikap positif pertama yang harus dikembangkan bangsa ini adalah sikap tenang. Sikap tenang akan muncul apabila kita menyadari bahwa hidup ini pada dasarnya bukan mudah melainkan sulit (QS: al-Balad/4). 

Dengan kata lain, hidup dan kesulitan merupakan dua sisi mata uang. Kalau bangsa ini ingin maju, maka harus mau merasakan kesulitan dan menaklukkannya. Dengan menyadari arti kesulitan dalam hidup, maka kita tidak perlu panik dengan kesulitan apapun. Bukankah kalau kita mau baik, maka kita harus mau mendaki jalan yang sukar? (al-Balad: 10-16).

Dengan menyadari bahwa hidup dan kesulitan merupakan dua hal yang tak bisa dipisahkan, maka semestinya kita menyadari bahwa yang normal dalam hidup ini adalah yang sulit. Kalaupun ada kemudahan, sesungguhnya itu hanyalah pengecualian. Itulah makanya, kepanikan dalam menghadapi kesulitan sangat tidak berguna. Sebaliknya, ketenangan merupakan sikap yang sangat diperlukan (Al-fajr: 27-30).

Sikap positif kedua adalah sabar. Sabar adalah sikap untuk tetap konsisten dan berkesinambungan dalam upaya mencapai tujuan. Salah satu kelemahan bangsa ini adalah linca-linci dalam membuat visi dan programnya. Sudah jamak diketahui setiap ganti menteri, pasti ganti visi dan seringkali tidak bersambung dengan visi sebelumnya.

Lihatlah fenomena buku pelajaran sekolah di negeri ini. Setiap tahun ganti buku. Fenomena bongkar pasang trotoar jalanan juga demikian.

Setiap ganti pejabat, ganti kebijakan semata-mata orientasi projek. Visinya bukan lagi perbaikan yang berkesinambungan namun semata-mata menghabiskan dana projek. Itulah yang menyebabkan bangsa ini selalu mundur dan berangkat dari nol kembali. Setiap kali ganti  rezim, bangsa ini kembali pada titik nadir, sementara bangsa lain tinggal melanjutkan para pendahulunya.

Sikap positif ketiga adalah berani. Kejayaan yang pernah dicapai oleh siapapun di muka bumi ini, sesungguhnya kuncinya sangat sederhana, yakni berani mencoba! Di kota manapun di Indonesia ini, Anda akan berjumpa dengan Rumah Makan Padang. Orang Padang merupakan potret keberanian berusaha. Akibatnya mereka relatif lebih makmur bila dibanding dengan suku-suku lain.

Sejarah bangsa manapun di dunia ini memiliki kesamaan hukum. Siapa yang berani mencoba, maka ia akan berjaya. Mengapa Bangsa Amerika jaya dalam teknologi? Karena mereka berani mencoba dan bergaul dengan teknologi.

Mengapa Jepang, negeri kecil nan tandus yang pada tahun 1945 hancur itu kini berjaya dan makmur? Karena mereka berani mencoba. Sikap berani sangat dibutuhkan untuk membuat kita bangkit dari keterpurukan. Musthafa al-Ghulayaini dalam Izhatun Nsyi'n menyatakan bahwa keberanian merupakan pangkal bagi kemajuan. Kalau Anda ingin maju dan mengubah hidup, maka Anda harus berani mencoba dan berusaha.

Sikap positif keempat adalah tekun. Bangsa yang tekun akan mengalami kejayaan. Lihatlah peninggalan budaya bangsa-bangsa besar di dunia. The Great Wall di China, Colloseum di Italia, Petra di Jordania, Christ Redeemer di Brazil, Machu Picchu di Peru Chichen Itza di Meksiko, Piramid di Mesir, dan IPTEK di Barat Modern. Semua itu merupakan hasil ketekunan kolektif. Bangsa ini perlu melanjutkan ketekunan para empu, sastrawan, dan pemahat batu masa lalu yang berhasil menciptakan peninggalan budaya sekelas Candi Borobudur. Bila bangsa ini mengembangkan budaya tekunnya, pastilah menjadi bangsa yang  maju.

Sikap positif kelima adalah waspada. Bangsa ini terkapar akibat menuruti gelombang globalisasi. Kini saatnya menaklukkan globalisasi itu.

Strateginya bukannya menuruti globalisasi tapi melawannya dengan kembali pada jati-diri bangsa. Misalnya, globalisasi selalu mendewakan ekonomi pasar bebas sehingga yang kuat memakan yang lemah. Maka jati-diri bangsa mengajarkan agar yang kuat melindungi yang lemah (koperasi).

Globalisasi selalu mengedepankan teknologi canggih, seperti membuat pesawat, dan memandang sebelah mata teknologi pertanian dan perikanan. Jati-diri bangsa mengajarkan agar bangsa ini fokus pada keunggulan bangsa sendiri yakni keunggulan agraris dan kelautan.

Untuk menjadi bangsa yang maju, Indonesia tidak perlu membuat pesawat. Itu terlalu jauh. Toh, akhirnya juga ditukar dengan beras ketan. Yang harus dilakukan adalah memajukan pertanian dan kelautan karena pada saat bangsa-bangsa lain belum mempelajari pertanian dan kelautan, nenek moyang kita telah mendalaminya. Tanpa kembali kepada jati diri bangsa, bangsa ini akan kehilangan arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun