Sasana Sumewa
Sasana Sumewa menjadi simbol hubungan antara pemimpin dan rakyat. Di tempat inilah seseorang menyampaikan permohonan, laporan, atau bakti kepada raja. Tata cara menghadap di Sasana Sumewa penuh dengan etika dan sopan santun yang menggambarkan tatanan sosial masyarakat Jawa: rukun, tertib, dan penuh hormat.
Siti Hinggil
Siti Hinggil adalah tempat peralihan antara dunia luar (Alun-Alun) dan dunia dalam (Kedhaton). Di sinilah terjadi penyaringan nilai, bahwa tidak semua orang bisa melangkah ke dalam keraton kecuali mereka yang telah memahami nilai-nilai luhur.Pagelaran dan Pendapa
Ruang dialog dan musyawarah, tempat pertunjukan budaya yang mengajarkan nilai-nilai toleransi, ekspresi seni, dan kehidupan sosial.
Sasana Sewaka
Sasana Sewaka menggambarkan semangat abdi masyarakat --- bahwa seseorang yang bekerja atau menjalankan tugas di dalamnya tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bentuk pengabdian tulus kepada negara, pemimpin, dan nilai luhur. Tempat ini mencerminkan bahwa melayani bukanlah posisi rendah, melainkan posisi mulia dalam tradisi Jawa. Melayani dengan etika, kesopanan, dan pengabdian adalah bagian dari karakter luhur masyarakat Jawa. Sasana Sewaka juga menggambarkan adanya tata hubungan antara pemimpin dan pelaksana, namun tetap dalam bingkai kebersamaan, saling hormat, dan saling melengkapi, bukan dominasi atau penindasan.
Relevansi dalam Pendidikan
Makna-makna tersebut tidak hanya menjadi bagian dari warisan budaya, tetapi juga sumber nilai yang dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan. Dalam Kurikulum Merdeka, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan berbasis proyek menjadi salah satu cara efektif untuk menanamkan karakter dan nilai-nilai kehidupan.
Guru dapat menjadikan Keraton Surakarta sebagai:
Sumber belajar lintas disiplin