Mohon tunggu...
M Hariri
M Hariri Mohon Tunggu... Freelancer - Pegiat Filsafat dan Pemerhati Demokrasi

Knowledge is power

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meninjau Ulang Tawaran Kursi Jabatan sebagai Bentuk Rekonsiliasi

19 Juli 2019   16:39 Diperbarui: 19 Juli 2019   16:46 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ajakan rekonsiliasi kubu Jokowi-Ma'ruf terhadap kubu Prabowo-Sandi memang bisa ditandai sebagai sesuatu yang bagus. Mengajak damai, tidak ada permusuhan, dan mendukung 2019-2024 demi Indonesia maju.

Rekonsiliasi yang ditawarkan ini berupa kursi-kursi jabatan misalnya kementerian yang akhir-akhir ini sempat menjadi perbincangan publik. Artinya, pemerintah ingin para oposisi untuk berpartisipasi di pemerintahan periode kedua Joko Widodo.

Jika rekonsiliasi ini terjadi, secara tidak langsung, bisa mungkin pemerintah menginginkan tidak ada oposisi yang selalu mengkritik. Karena haluan dari ini masih belum jelas.

Kenapa? Karena ini berdasarkan kursi-kursi jabatan yang telah ditawarkan kepada oposisi. Perandaiannya, jika oposisi memutuskan rekonsiliasi dan menempati jabatan pemerintahan, maka muncullah sebuah dalil "taat atau kehilangan". Akhirnya mereka yang sebelumnya adalah oposisi,  dituntut untuk taat terhadap segala kisi-kisi problem pemerintahan. Memilih menentang bisa berakibat pada sebuah kehilangan.

Soal ini sudah lumrah terjadi pada pejabat-pejabat negara. Di lembaga-lembaga pemerintahan sulit bagi kita untuk menemukan orang-orang yang murni mengabdi pada negara. Rata-rata, mereka bekerja untuk mencari suaka. Selain itu, pekerja juga dituntut taat sistem. Logisnya, sulit bagi pejabat pemerintahan yang sebelumnya oposisi untuk menentang kebijakan. Karena itu dapat membuat mereka kehilangan sesuatu yang penting bagi kehidupan mereka.

Selain itu, terdapat problem lain yang lebih substansial dari rekonsiliasi ini. Pertanyaannya, tepatkah rekonsiliasi dengan cara menawarkan kursi jabatan kepada oposisi? Menurut Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe, walaupun semua orang bebas memilih dan berkehendak, tapi kebebasan tidak bisa lepas dari watak keniscayaan. Artinya, jabatan boleh ditawarkan, asalkan kepada orang-orang yang memiliki kecocokan dengan jabatan tersebut.

Watak keniscayaan bisa dimengerti bahwa di dunia ini terdapat posisi-posisi yang lebih pantas dijalankan oleh orang-orang tertentu. Misalnya, Menteri kelautan sebaiknya dijalankan oleh orang yang memiliki wawasan soal laut dan arti pentingnya laut. Meskipun ada pengecualian bahwa siapa pun bisa mendudukinya, tapi tidak semua orang memiliki watak kelautan.

Dengan begitu, cara rekonsiliasi tidak tepat jika hanya menawarkan kursi kepada oposisi tapi kursi-kursi kosong tersebut diberikan kepada orang yang tidak memiliki watak yang cocok dengan kursi tersebut.

Hal ini kemudian menjadi penentu tepat atau tidak ajakan rekonsiliasi dengan cara menawarkan kursi jabatan. Tentunya, tidak semua orang bisa benar-benar tepat menduduki sebuah jabatan. Misalnya, seorang ahli hukum ditawarkan jabatan Menteri Pertahanan. Keputusan tersebut tentunya tidak seimbang dan akhirnya tidak tepat. Karena watak orang itu ada di dalam bidang hukum bukan pertahanan.

Rekonsiliasi memang memiliki tujuan yang baik. Tapi menawarkan kursi jabatan kepada orang-orang yang tidak tepat, akan merusak rekonsiliasi itu sendiri. Di sinilah arti pentingnya mematangkan kembali kepada siapa kursi-kursi jabatan itu akan diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun