Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Berkunjung ke Pacitan, Kampung Halaman SBY

12 November 2019   23:42 Diperbarui: 5 Desember 2019   12:32 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya saya tidak merencanakan ke Pacitan, namun Mas Budiman Sudjatmiko berpesan untuk menemui dan bersilaturahmi dengan Pak Nursuhud, anggota DPR dari PDIP periode 2014-2019, mewakili Jawa Timur. 

Lagipula bus langsung ke Jakarta memang adanya di Pacitan, naik Agra Mas lagi. Saya jadi tahu kalau kemarin jalurnya agak salah ke Trenggalek, harusnya ke Pacitan lalu melanjutkan ke Ponorogo dan kemudian ke Trenggalek.

Tapi yo wis, terlanjur. Setidaknya saya sudah mencoba tahu takwa di Kediri dan nasi lodho di Tulung Agung,  sebuah pengalaman yang luar biasa!

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Malamnya, saya masih bisa menikmati pecel pincuk khas Ponorogo, tepatnya warung Bu Hajah Lulut. Rasanya enak dan murah meriah. Sambil bekerja, saya memesan nasi pecel pindang kikil. Rasanya manis dan lengket berminyak, mengimbangi pecelnya yang agak berbumbu tajam dan pedas.

Beberapa jam bekerja, saya lapar lagi, dan pesan pecel lagi. Kali ini ditemani perkedel dan lele goreng. Sama juga enaknya.

Setelah kekenyangan, saya bertanya bagaimana mencapai Pacitan dari kota ini. Menurut penjaganya, cukup ditunggu saja bus Aneka Trans berwarna putih dengan hiasan merah. Namun saya agak menyesal menuruti saran ini, karena akhirnya saya malah ditinggal, busnya tidak mau disetop di pinggir jalan.

"Lah iya sekarang liburan mas. Pasti busnya sudah penuh, makanya tidak mau diberhentikan, tancap gas sampai Pacitan," Seorang Ibu-Ibu penjaga warung memberitahu.

"Nanti lagi kalau ada sekitar pukul 02:00 pagi. Di tengah jalur pemberheentian. Nanti saya bangunkan," Ia mempersilakan saya tidur di warungnya. Memang begitu tampaknya penumpang lain yang juga hendak ke Pacitan, tertidur di kursi terminal. Saya memilih melengkapi hapalan Alquran saya untuk membunuh sepi.

Tepat pukul 02:00, sesuai ramalan ibu pemilik warung, Bus Aneka Trans masuk ke terminal dan membawa kami ke Pacitan dengan ongkos Rp 25 ribu saja. Sayangnya orang di sebelah saya tidur dengan memonopoli kedua kursi, saya hanya disisikan sedikit untuk menaruh pantat. Pegal betul duduk satu kursi dengan orang seperti ini. Setelah 45 menit, barulah ada penumpang yang turun dan saya bisa pindah ke kursi yang lebih lega.

Subuh saya tiba di Terminal Pacitan. Seorang ibu pedagang di warung menyapa saya, "Dari mana tho, mas?" Saya jawab kalau saya bertualang dari kota ke kota, sejak dari Jakarta. Ia tersenyum, menawarkan teh hangat. Saya seruput, memang enak sekali teh hangat di kala lelah dan kurang tidur begini.

Saya lihat di Google Map, Pacitan sebenarnya ada di tepi pantai selatan Jawa. "Ke arah selatan saja terus mas, nanti ketemu pantai kok," Kata seorang petugas PLN yang sedang bertugas memperbaiki kabel listrik di rumah warga. Sayang dia lupa meenjelaskan pantainya ada berkilo meter jaraknya dari terminal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun