Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menolong Petani dengan Membeli

19 September 2018   00:03 Diperbarui: 19 September 2018   07:31 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi atas niat baik, saya bawakan sampel kopi itu ke Mba Henny Vidiarina dari Kafe Koffiekan, di Blok Gaharu, Kalibata City. Kami sepakat rasanya mungkin bisa diperbaiki dengan mengolahnya jadi bentuk selain kopi seduh. Saya mengusulkan dibuat capucchino atau ice coffe, berharap gula bisa menimpali rasanya yang agak aneh. Tapi soal aromanya, agak lumayan, sebenarnya agak mirip Kopi Robusta Kepahiyang, Bengkulu. Hanya seleksi kematangan, pemrosesan biji, pengeringan yang terburu-buru yang membuat rasanya agak ngaco. Di luar itu, rasanya lumayan.

Hal serupa saya cobakan di Banyuwangi. Tentu tak masuk akal kita beli cabe berpuluh kilo. Buat apa? Tiga hari di mobil sudah busuk semua. Maka saya coba tanya, apakah dia masih menjual kopi? Karena di etalasenya saya perhatikan ia memamerkan kopi robusta dan lanang.

Ternyata boleh, kopi luwak sekalian kalau mau, dia menawarkan. Tapi kopi itu milik keluarganya, dia hanya akan memperkenalkan.

Dan inilah hebatnya kopi. Untuk mendapatkan 10 kg kopi, petani harus bekerjasama dari beberapa kebun sekaligus. Sebab dihitung kg produksi, hasilnya tidak terlalu banyak. 

Jadi membeli dari satu petani berarti membeli dari beberapa keluarga pemilik lahan sekaligus. Banyak yang tertolong dari tiap kilogram kita membeli biji kopi hijau. Petani yang mensuplai itu bernama Pak Suwandi. Sampai sekarang ia masih rutin mensuplai kopi karena memang terbukti enak dan biji kopinya kualitas tinggi. Ga rugi memberikan kepercayaan kepada para peteni ini

"Foto dulu pak.. foto dulu." kata mereka bersemangat saat melihat ternyata saya pakai kaos JKW. Kebencian Pak Mamat kepada pemerintah saat ini langsung sirna, hanya karena kopi milik rekannya dibeli. Saya masih belum menemukan cara membeli cabe petani di Banyuwangi, tak jelas bagaimana cara mengolahnya. Tapi jelas kopi yang dibeli sudah membuat mereka senang.

Foto pribadi
Foto pribadi
Di Empat Lawang beda lagi problemnya. Kopi-kopi dari Sumatera bagian selatan dan tengah banyak yang sudah terlupakan. Orang tahunya Kopi Lampung. Tapi itu katanya hasil campuran berbagai kopi dari Sumatera. 

Akibatnya di sentra-sentra produksi kopinya sendiri harganya anjlok. Sebab tak ada yang mau promote dan sampai di Lampung rantainya kepanjangan. Akhirnya yang ditekan harga petani. Saya bertanya-tanya, "Kok bisa ya.. padahal setahu saya dulu kopi Sumatera itu primadona.

Foto pribadi
Foto pribadi
Mendekati sekitaran hulu Sungai Musi, saya dapatkan jawabannya. Berehenti di situ, nyetir sendirian, mobil Pelat B pula. Mereka bermuka ramah, tapi bukan ucapan selamat datang yang saya dapatkan.

"Bapak nyetir ke sini sendirian dari Jakarta?" Tanya mereka keheranan. "Iya, kenapa?" Saya balik heran.

"Tadi ga dirampok, Pak?" Jeger!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun