Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menolong Petani dengan Membeli

19 September 2018   00:03 Diperbarui: 19 September 2018   07:31 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kenapa tidak ambil kredit saja di BRI, Bang? Kalau tidak salah bunganya cuma 7%, daripada dijerat begitu.."

"Ya kalau bunga kan saya sudah bilang, takut riba. Takut dikejar debt collector," jawabnya polos. Di titik ini saya ingin ketawa, keras dan panjang sekali.

"Lah kan bisa Abang minta asuransi pertanian.. aman lho Bang. Kalau gagal panen asuransi yang menggantikan. Tapi bapak memang ga boleh malas. Pasti dapat."

Dia termenung lama. Lalu saya tanya lagi "Kalau Abang gagal panen, sama tengkulak diapain?"

"Ya ga ditagih." Saya jadi penasaran, saya buru, apa iya ga ditagih. Lalu ke mana utangnya kalau tak terbayar?

"Diteruskan saja ke musim penebaran berikutnya. Dibayar ke panen selanjutnya, dicicil."

Ya ampun. Utang itu sebenarnya tidak hilang. Tapi terus berlanjut. Dan kalau dia meninggal, tentu anak-anaknya yang harus meneruskan, dengan porsi tanah makin lama makin kecil karena dibagi warisan. Kebutuhan makin besar, hutang yang harus dicicil makin besar. Bagaimana tidak makin sengsara petani kita?

Petani kita makin tertindas oleh boikot CPO yang tak pernah diurus sejak zaman Pak Mantan. Kita sama-sama mengerti sejak awal tahun 2000an, sawit produksi kita sudah diblack campaign oleh negara-negara Eropa. 

Negara ini sebenarnya kecil saja kebutuhannya, namun efeknya keseluruhan permintaan dunia terhadap CPO Indonesia turun drastis, sehingga harga pun terbanting, walaupun status kita tetap penghasil sawit nomor 1 di dunia. 

Baru tahun-tahun terakhir ini Pak Jokowi kembali promosikan ramah lingkungannya penanaman sawit di Indonesia. Tapi terlambat, harga sudah drop sampai titik nadir. Sulit mengangkat citranya kembali di dunia internasional.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Di Riau dan Jambi yang sama-sama penghasil sawit, saya temukan keluhan sama persis. Mereka kecewa dengan tidak naik-naiknya harga sawit dan karet. Sementara modal mereka menanam dan memupuk tetap segitu saja. Jangankan menanam baru untuk replanting, setelah sawit melewati puncak produksinya di umur 20 tahunan. Sawit itu dengan cepat menjadi tidak produktif lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun