Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Takengon, Setelah Menemukan Kopi Gayo, Aku Bertemu dengan-Mu Tuhan

15 Agustus 2018   07:20 Diperbarui: 15 Agustus 2018   14:35 1208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri
dokpri
Barulah di Takengon saya bisa menemukan sebuah kafe yang memberikan kualitas biji kopi ekspor. Tentu dengan harga yang juga tidak main-main, Rp 100 ribu per kilogram. Kopinya sudah disortir, semuanya arabica, dan sudah sangat kering, jadi susutnya hanya sedikit. 

Seperti inilah Kopi Gayo yang mendunia, yang tahun ini mencapai harga tertinggi sepanjang masa, berkat pembinaan dan kedisiplinan petani kopi dan para pedagang pengumpulnya.

Nah Kopi Aceh Gayo ini yang sering dipromosikan oleh Pakde Jokowi ke mana-mana. Bahkan kopi kini menjadi semacam alat diplomasi "resmi" yang dipertukarkan dengan bangsa lain saat ada kunjungan luar negeri.

Lalu di mana pengalaman religiusnya? Jadi begini, menjelang Aceh pun mobil saya yang Toyota Calya Matic mulai menunjukkan gejala aneh, lampu dashboard mulai redup saat setir ditarik ke kanan kiri atau rem diinjak. 

Mobil ini mengandalkan electric power braking dan electric power steering, sehingga rakus dengan daya baterai. Maka saat akinya mulai soak, maka daya pun tersedot ke dua fasilitas tersebut, sehingga lampu pun meredup saat keduanya aktif. 

Pertanda lain adalah air aki terlihat seperti mendidih, bila dibuka uapnya akan keluar dan aki berkali-kali kering. Gejala ini mirip dengan Agya Matic yang dulu juga pernah saya miliki.

Dasar bandel, saya bukannya segera mengganti baterai, namun malah terus memicu laju mobil melewati Betung Ateuh, yang ternyata benar-benar dilarang dari pendirian rumah, dan anehnya Warga Aceh begitu patuh. 

Dari sejak pintu masuk Betung Ateuh hingga 10 kilometer menjelang Takengon, memang tidak ada sama sekali rumah tinggal. Sekedar WC umum pun tak adaRencana saya sih tidak akan mematikan mobil hingga sampai di Medan, karena asumsi saya membeli di Takengon akan mahal sekali karena daerah pedalaman. Cukup dengan tidak pernah menstarter ulang, harusnya aman. Harusnya..

Tapi semua rencana kan dibuat saat masih waras dan dalam lingkup pikiran sadar. Saat kebelet kencing sudah ditahan selama 3 jam, barulah pikiran bawah sadar bekerja. Tak juga menemukan toilet, maka mau tak mau pipislah di jalanan, ketemu sudut yang agak tertutup di puncak Singgah Mata, sekitaran Nagan Raya. Syuuur...

Hutan Beutong
Hutan Beutong
"Ah nikmat.. pemandangannya juga indah luar biasa." Ya, karena di puncak tertinggi disekitaran Aceh Tengah, maka mata saya leluasa memandang hampir keseluruhan Aceh Tengah, mereview kembali perjalanan berat yang telah dilewati. 

Dari atas, saya bisa lihat kembali jalan berkelok-kelok dan tanjakan naik turun yang tadi sudah susah payah saya lalui dengan kecepatan rendah. Walaupun nyetir mobil matic, tapi ngegasnya dan remnya justru lebih berat ketimbang sekedar menginjak kopling.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun