________________________
Kawan, kenapa kau melupakanku tak mengundang ke resepsi pernikahan putrimu? Melupakanku? Benarkah kau melupakanku. Kenapa?
Kau pernah bilang sendiri, "Aku tak akan melupakanmu. Kau kuanggap kawan karib!"
Barangkali benar kau melupakanku. Karena kegiatanmu bertumpuk-tumpuk. Kesibukanmu luar biasa. Aku maklum. Sementara aku? Aku orang miskin. Kesibukanku biasa saja, kalau tak mau disebut terlalu monoton! Setelah bekerja, pulang, membantu anak mengerjakan tugas sekolah, dan melihat tv.
Atau barangkali kau melupakanku karena penampilanku tak meyakinkan? Ini seperti katamu dulu, "Jalan pikiranmu, menurutku luar biasa. Tak kalah dengan teman-temanku yang berpendidikan tinggi. Andia kau mau berpakaian sedikit parlente tentu orang-orang segan padamu."
Kau melupakanku karena penampilanku tidak meyakinkan? Apakah para tamu yang kau undang itu semuanya meyakinkan? Bagaimana caramu mengukur seseorang itu meyakinkan dan tidak meyakinkan? Apakah dari pakaian yang dikenakannya? Atau dari kendaraan yang dikendarainya? Atau dari makanan yang sehari-hari dimakannya?
Ah, maafkan pertanyaan culasku. Itu hakmu, kau mau mengundang siapa saja, terserah. Maaf, aku terbawa emosi. Emosi? Mungkin seperti itu yang tersirat di pikiranku. Pikiran negatifku, tepatnya! Mungkin juga bagian dari kecemburuanku karena kau tak mengundangku. Entahlah!
Kenapa kau tak mengundangku, kawan? Barangkali ada salahku tanpa kusadari sehingga membuatmu merasa pantas untuk tidak memasukkan namaku pada daftar tamu yang akan kau undang di perhelatan pernikahan putrimu. Kalau aku salah, maafkan aku, kawan. Sebagai manusia, aku sudah berusaha untuk berhati-hati dalam bertindak. Toh, kalau tetap saja ada tindakanku yang tanpa kusadari membuatmu sakit hati, sekali lagi aku minta maaf!
Kalau boleh berandai-andai, aku lebih suka mengatakan kalau kau tidak mengundangku karena kesibukanmu yang padat. Sehingga sangat manusiawi jika kau tak bisa mengingat secara teliti dan saksama nama-nama temanmu yang sangat banyak itu. Ya, pergaulanmu memang luas. Temanmu tersebar di man-mana. Maka hal lumrah jika kau melupakanku yang hanya setitik noktah dalam lingkaran pergaulanmu.
Kalau kau lupa tidak mengundangku di resepsi pernikahan putrimu, aku bisa menerimanya sebagai kealpaan manusia. Namun aku harap kau tidak melupakan pertemanan kita. Mungkin pertemanan kita tidak istimewa.Â
Mungkin kau menganggapnya biasa saja. Tapi kau pernah mengutarakan pendapat bahwa sungguh merugi orang yang mengabaikan teman yang dipunyainya. Aku tahu kalimat itu kau ambil dari mutiara kata yang bertebaran di internet. Entah siapa yang pertama kali mengungkapkannya. Yang jelas, kalimat itu tentu lahir dari niat baik. Namun ketika diucapkan oleh orang lain, apakah tetap berlandaskan niat baik? Entahlah ...