Saya tidak menutup mata bahwa ada ucapan Kirk yang kontroversial, misalnya soal kepemilikan senjata. Tetapi bahkan pandangan itu tidak bisa menjadi pembenaran atas kematiannya. Jika hari ini peluru membungkam seorang konservatif, besok bisa siapa saja yang berbeda pandangan.
Bonhoeffer pernah berkata bahwa harga dari kebebasan adalah keberanian untuk hidup di tengah dunia yang sering kali menolak Kristus. Kematian Kirk menyadarkan kita: masalah terbesar bukan sekadar hilangnya seorang tokoh, tetapi hilangnya garis batas kemanusiaan.
Jika kita mulai menganggap kematiannya pantas, maka kita bukan hanya kehilangan Charlie Kirk, tetapi kehilangan hati nurani kita sendiri. Demokrasi runtuh bukan karena perbedaan ideologi, tetapi karena kita gagal menjaga martabat manusia di atas segalanya.
Charlie Kirk boleh saja musuh ideologis bagi banyak orang. Tetapi ia tetap manusia yang hak hidupnya kudus di hadapan Allah. Konservatisme yang ia pegang bukan kuno, melainkan berakar. Dan kematiannya seharusnya mengingatkan kita bahwa peluru tidak pernah bisa menggantikan argumen.
Apakah kita akan terus hidup dalam lingkaran kebencian yang meniadakan martabat manusia, ataukah kita mau kembali pada logika salib yang mengajarkan bahwa hidup adalah anugerah, musuh adalah sesama, dan kebenaran hanya bisa ditegakkan dengan keberanian moral, bukan dengan senjata?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI