Mohon tunggu...
Hanzizar
Hanzizar Mohon Tunggu... Pengamatiran

Pengamat sosial, penulis, pembelajar yang ikut mengajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Filosofi Tegas dan Lembut dalam Kepemimpinan Pramono di Jakarta

6 Mei 2025   07:42 Diperbarui: 6 Mei 2025   07:42 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramono Anung (Sumber: Mediaasuransinews)

Dengan pengetatan regulasi ini, akan tercipta efek domino positif -- pengurangan signifikan kendaraan tak berizin, peningkatan ketertiban berlalu lintas, dan secara gradual namun pasti, simpul kemacetan akan mulai terurai. Transformasi ini tidak terjadi melalui retorika kosong, melainkan melalui pendekatan berbasis data dan ketegasan yang konsisten.

Yang tak kalah brilian, keputusan menghapuskan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan bekas merupakan langkah strategis yang cerdas. Realitasnya, masyarakat memilih kendaraan bekas karena keterbatasan daya beli untuk mengakses kendaraan baru. 

Dengan demikian, kebijakan ini mencerminkan empati yang tidak terjebak pada populisme dangkal, namun tepat sasaran pada kebutuhan nyata. Ini bukan sekadar subsidi gaya konvensional yang sering kali salah sasaran, melainkan stimulus ekonomi yang relevan dengan konteks sosial.

Seperti yang diungkapkan dalam filosofi Jawa kuno, "Aja dumeh kuwasa, banjur sewenang-wenang" -- jangan karena berkuasa lantas bertindak sewenang-wenang. Pramono Anung telah membuktikan bahwa kekuasaan sejati tidak diukur dari kemampuan memberikan kemudahan, melainkan dari keberanian menegakkan ketertiban demi kebaikan bersama. Sebagaimana pepatah Yunani kuno yang mengatakan, "Karakter terbentuk dalam arus kesulitan, bukan dalam pelukan kemudahan." Kebijakan yang tidak selalu menyenangkan justru seringkali menjadi fondasi bagi peradaban yang lebih baik.

Dalam dimensi spiritual, kita diingatkan bahwa "Siapa yang mencintai disiplin, mencintai pengetahuan; tetapi siapa yang membenci teguran adalah dungu." Kedisiplinan bukanlah musuh kebahagiaan, melainkan pintu gerbang menuju keteraturan yang memerdekakan.

Kesimpulannya, Pramono Anung telah membuktikan diri bukan hanya sebagai pemimpin yang pantas mengendalikan kemudi Jakarta, melainkan juga sosok yang ideal untuk mendampingi Dedi Mulyadi sebagai Calon Wakil Presiden. Ketegasannya yang sistematis, kemampuannya menentukan prioritas, dan keberaniannya mengambil keputusan tidak populer demi masa depan yang lebih tertib menjadikannya pemimpin yang dibutuhkan oleh negeri yang terlalu lama terjebak dalam budaya permisif terhadap ketidakdisiplinan.

Memang nggak kaleng-kaleng kalau pimpinan dipilih betul-betul dari rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun