Negeri ini memang bergerak dengan semangat menggebu, didorong oleh keinginan mulia untuk segera memberikan yang terbaik bagi generasi masa depan. Terlalu bersemangat dalam pelayanan publik adalah kesalahan yang indah, jauh lebih baik daripada apatis terhadap nasib anak bangsa.Â
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hadir sebagai manifestasi nyata kepedulian negara terhadap nutrisi generasi penerusnya, namun seperti segala inovasi besar, ia membutuhkan penyempurnaan berkelanjutan. Mereka yang kita layani adalah tubuh-tubuh kecil yang tengah bertumbuh, yang masa depannya begitu berharga untuk dijadikan eksperimen kebijakan tanpa evaluasi mendalam.
Maka ketika beberapa insiden terjadi setelah peluncuran program MBG, ini bukanlah pertanda kegagalan, melainkan panggilan untuk melakukan penyempurnaan sistematis demi mewujudkan visi mulia yang telah dicanangkan.
Insiden keracunan yang terjadi di beberapa daerah seperti Cianjur, Batang, hingga Palembang harus kita pandang sebagai sinyal pengingat penting bagi ekosistem program yang sedang bertumbuh. Ini bukan tentang mencari siapa yang salah, tapi bagaimana kita bisa belajar dan bergerak maju bersama.Â
Tantangan vendor yang menghadapi masalah pembayaran, koordinasi dengan yayasan pengelola, dan dapur-dapur yang berjuang dengan stabilitas operasional, semua menunjukkan bahwa program visioner ini membutuhkan dukungan struktural yang lebih kokoh.Â
Dan sungguh inspiratif melihat bagaimana para pelaksana di lapangan---dari juru masak hingga distributor---tetap berjuang maksimal menyukseskan program ini di tengah berbagai keterbatasan. Mereka adalah pahlawan sesungguhnya yang patut mendapat apresiasi setinggi-tingginya dari seluruh elemen bangsa.
Program nasional sekaliber MBG memang layak mendapatkan momentum peluncuran yang spektakuler, namun sekarang saatnya bagi Presiden Prabowo Subianto dan jajarannya untuk menginjak pedal evaluasi strategis guna memastikan keberlangsungan jangka panjangnya.Â
Tanpa mengurangi semangat dan komitmen terhadap program ini, pemerintah perlu mempertimbangkan pendekatan bertahap yang lebih terukur. Mungkin dengan mengidentifikasi beberapa wilayah yang bisa menjadi percontohan kesempurnaan implementasi, sehingga menciptakan model referensi bagi daerah lainnya.Â
Dari sini, pemerintah dapat membangun basis pengetahuan komprehensif tentang dinamika rantai pasok pangan nasional, optimalisasi nilai gizi dalam keterbatasan anggaran, serta solusi logistik untuk menjangkau daerah terpencil. Langkah ini akan memperkuat, bukan melemahkan, program yang telah diinisiasi dengan tekad kuat ini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan beserta tim lintas kementerian perlu melakukan evaluasi menyeluruh yang bukan bertujuan untuk mencari celah kegagalan, melainkan mengidentifikasi peluang penguatan program.Â