Pangan adalah kebutuhan dasar keberlanjutan hidup manusia dan hak atas pangan yang layak adalah bagian dari hak asasi manusia. Dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) mengatakan bahwa negara berkewajiban untuk menyediakan pangan yang cukup, aman, dan bergizi agar masyarakat dapat hidup sehat.Â
Dalam konteks anak sekolah, hak atas makanan yang aman dan bergizi memiliki peran strategis: membentuk generasi sehat, cerdas, dan produktif. Pada kondisi Indonesia yang saat ini sedang bonus demografi, menjaga kualitas gizi anak – anak bisa berarti juga menjaga masa depan Indonesia. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui, demi menjawab tantangan stunting, masalah gizi, dan ketimpangan akses pangan.
Namun, adanya berbagai kasus keracunan memunculkan pertanyaan mendasar: apakah program ini benar-benar menjamin hak anak atas makanan yang aman dan bergizi, atau hanya berhenti pada janji politik yang sekadar melihat kuantitas tanpa kualitas?
Risiko yang Mengintai: Keracunan Makanan pada Program Makanan Bergizi Gratis (MBG)
Salah satu ancaman terbesar dalam penyelenggaraan program pangan berskala besar adalah food poisoning atau keracunan makanan. Keracunan makanan terjadi ketika makanan yang dikonsumsi tercemar mikroorganisme berbahaya, racun, atau bahan kimia yang tidak seharusnya. Gejala yang muncul mulai dari sakit kepala, mual, muntah, diare, demam, hingga kasus yang berujung fatal. Â
Dalam konteks penyediaan makanan secara massal, ribuan hingga jutaan porsi makanan disajikan berisiko food poisoning apabila ada satu kelalaian dalam proses rantai produksi yang bisa berakibat pada ribuan anak terdampak sekaligus. Inilah yang terjadi dalam program MBG. Hingga 27 September 2025, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mencatat ada lebih dari 7.368 korban keracunan MBG.Â
Selama 9 bulan program berjalan, uji laboratorium pada sampel makanan penyebab keracunan telah dilakukan. Hasil uji oleh  Laboratorium Kesehatan Daerah Jawa Barat menemukan bakteri Salmonella dan Bacillus cereus pada sampel makanan MBG. Sedangkan, Dinas Kesehatan Yogyakarta menemukan tiga jenis bakteri, yaitu Escherichia coli (E.coli), Clostridium sp, dan Staphylococcus.
Bagaimana Keracunan Makanan Bisa Terjadi dalam Rantai Pangan
Keracunan makanan tidak terjadi begitu saja. Ada banyak titik rawan dalam rantai pangan, mulai dari bahan baku hingga makanan sampai di meja anak-anak [1]:
- Bahan baku yang tidak segar atau tercemar sejak dari pasar,
- Proses pengolahan di dapur yang tidak higienis: alat masak kotor, pekerja tanpa sarung tangan, atau suhu masak tidak sesuai standar,
- Penyimpanan makanan yang buruk, misalnya terlalu lama dibiarkan pada suhu ruang,
- Distribusi yang berisiko, terutama jika makanan harus menempuh perjalanan jauh tanpa wadah penyimpan suhu aman,
- Lingkungan yang buruk, misalnya perubahan suhu yang ekstrem, banjir, dapur yang kotor.
Semua ini merupakan celah yang harus diawasi ketat bila kita ingin program MBG aman bagi anak-anak.