Mohon tunggu...
Hanvitra
Hanvitra Mohon Tunggu... Penulis Lepas

Alumnus Departemen Ilmu Politik FISIP-UI (2003). Suka menulis, berdiskusi, dan berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Sang Mujahid Pendidikan

1 Desember 2014   04:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:24 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Para guru di republik ini adalah mujahid pendidikan. Mereka mendidik murid-muridnya agar berguna di masyarakat. Namun masih banyak guru yang gajinya di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Kebanyakan guru honorer. Akan tetapi, tidak semua guru di Indonesia kurang beruntung. Ada juga yang penghasilannya baik seperti guru-guru di kota-kota besar dan propinsi kaya. Tapi bagaimana dengan guru-guru yang mengajar di daerah terpencil? Berdasarkan laporan sebuah media nasional, ternyata masih banyak guru di daerah-daerah tertinggal yang penghasilannya jauh dari layak.

Sejak masa dahulu guru adalah profesi yang terpandang dalam masyarakat. Kedudukan guru amat tinggi dan mulia. Para Nabi pun disebut sebagai guru manusia. Nabi Muhammad Saw juga seorang guru yang mengajarkan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan kepada umatnya. Beliau memberi teladan kepada sahabat-sahabatnya. Ketika Allah memerintahkan orang-orang yang beriman bersedekah, maka beliau menjadi orang yang pertama melakukannya. Ketika Allah memerintahkan suami berbuat baik kepada istrinya, maka Rasulullah pun bersegera melakukannya. Al-Qur’an menyebut Nabi Muhammad sebagai rasul yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.

Salah-satu pendiri Republik Indonesia, Tan Malaka juga seorang guru. Meski tidak menyelesaikan sekolah gurunya di Belanda, namun ia sempat mengajar anak-anak kuli perkebunan di Senembah, Deli pada awal abad ke-20.Pada masa itu, ia menyaksikan ketidakadilan di sana. Ia mengkritik kapitalisme perkebunan di Deli. Kuli-kuli diperas tenaganya dan hanya diberi gaji kecil oleh pengusaha. Ia berontak. Baginya, pendidikan adalah sarana untuk membebaskan rakyat dari keterbelakangan dan kemiskinan.

Para ulama dan cendekiawan juga guru. Para ulama mengajarkan baca tulis dan ilmu agama kepada masyarakat. Dari tingkat yang paling dasar hingga perguruan tinggi, para ulama amat berperan penting mencerdaskan umat. Ulama tidak harus terikat pada institusi formal seperti sekolah atau universitas. Mereka mengajar umat di langgar-langgar, masjid, majelis ta’lim danpesantren walau kadang tanpa bayaran. Sejarah membuktikan di masa lalu para ulama di Nusantara mengenalkan peradaban kepada masyarakat yang masih primitif. Para ulama mengajarkan aksara Arab Pegon sebagai sarana pewarisan ilmu pengetahuan dari generasi ke generasi.

Cendekiawan juga guru. Cendekiawan tidak melulu harus berbicara di seminar-seminar tapi juga dengan menulis buku-buku yang berisi ilmu dan pemikiran yang bermanfaat kepada masyarakat luas. Dengan menulis buku, ilmu dan pemikiran mereka dapat dibaca kapan saja dan oleh siapa saja. Buku-buku para cendekiawan itu menembus ruang dan waktu. Bahkan buku-buku mereka bertahan lebih lama daripada umur cendekiawan itu. Buku adalah guru yang tidak bicara. Ketika kita tidak memahami suatu hal, kita bisa bertanya kepadabuku.

Salah-satu cendekiawan muslim Indonesia yang banyak menulis buku adalah almarhum Nurcholish Madjid. Pemikirannya diterima oleh masyarakat luas. Murid-muridnya meneruskan pemikirannya. Pemikiran dan wawasannya memberi makna kepada bangsa ini.

Berefleksi pada Al-Qur’an dan Sunnah, belajar dan mengajar adalah kegiatan mulia. Pelakunya akan mendapat ganjaranbesar dan kedudukan tinggi di sisi Tuhan. Mengajar dan mendidik adalah jihad. Jihad bukan sekedar perang. Jihad adalah mencurahkan segala daya dan upaya demi mencapai tujuan mulia. Guru adalah seorang mujahid.

Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk berjihad di jalan-Nya. Jalan Allah adalah jalan kemuliaan. Allah Swt menyuruh manusia untuk berkhidmat kepada sesama manusia. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada sesama manusia.” Mengajar dan mendidik adalah amal shalih. Amal shalih dalam terminologi agama adalah perbuatan yang membuahkan manfaat kepada masyarakat yang lain.

Negara-negara maju sangat menghargai guru. Jepang misalnya memberikan gaji tinggi dan pendidikan yang memadai kepada para guru. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menyiapkan anggaran yang besar untuk pendidikan sekitar 20 persen dari APBN. Namun demikian kesejahteraan guru haruslah menjadi salah-satu prioritas pemerintah. Otonomi daerah mengakibatkan ketidak-merataan gaji guru di berbagai propinsi. Propinsi kaya bisa menggaji tinggi guru. Akan tetapi pemerintah propinsi yang miskin belum mampu memberi kesejahteraan yang layak bagi guru. Untuk itu perlu ada demokratisasi gaji guru. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah Jokowi-JK. Guru adalah tenaga penggerak pendidikan. Tanpa kesejahteraan guru yang layak tidak mungkin pendidikan kita akan meningkat kualitasnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun