Mohon tunggu...
Hans Hayon
Hans Hayon Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lebih dari Sekadar Menulis

15 Januari 2017   17:52 Diperbarui: 15 Januari 2017   18:01 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Baudrillard dalam Requiem for the Media menulis bahwa tidak ada teori revolusioner tentang media. Revolusi dalam media sudah merupakan bekas dari kenyataan dan bersifat mistis (Baudrillard, New York: Semiotext(e), 2006, halaman 70). Jika “pada awal sejarahnya,” tulis Hans Enzenberger, “media memungkinkan sebuah partisipasi publik dalam proses produktif dan sosialisasi, sebuah partisipasi yang secara praktis bermakna dalam diri massa itu sendiri” (Mark Poster, Polity Press: London, 1989, halaman 207) maka Baudrillard sebaliknya mengklaim media sebagai “berbicara tanpa reaksi” (speech without response). Maksudnya, jika seseorang mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah pertukaran resiprokal antara proses berbicara dan memberi reaksi maka proses itu mengandung sebuah tanggung jawab; bukan sebuah tanggung jawab psikologis dan moral, tetapi sebuah korelasi personal dari satu orang kepada yang lain dalam pertukaran. Sayangnya, keseluruhan media kontemporer dibangun atas definisi ini: media melarang reaksi selamanya (Ibid).

Bukan tidak mungkin, perkembangan Kompasiana sebagai sebuah media komunikasi bisa saja terhenti. Saya katakan demikian karena hakikat sebuah media yaitu komunikasi. Apalah artinya media komunikasi jika tidak ada proses penyaluran informasi, respon atas informasi tersebut, dan diskursus dalam wacana tersebut? Jika Kompasiana hanya berkutat pada aktivitas memproduksi dan menyebarluaskan tulisan maka bukan tidak mungkin minat orang untuk mengakses blog raksasa ini akan menurun. Oleh karena itu, saya menganjurkan beberapa hal antara lain:

Pertama, apa alasan utama seorang penulis atau blogger menerbitkan tulisannya di Kompasiana? Mengingat ada begitu banyak media yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan informasi dan wadah pertukaran gagasan, perlu diketahui mengapa  seorang blogger memilih Kompasiana sebagai media penerbitan tulisannya. Hipotesis awal saya yakni: orang menulis untuk didengarkan. Saya katakan demikian karena tidak semua tulisan atau penulis di Kompasiana lolos seleksi menulis di media massa bergengsi seperti Kompas, Tempo, dan Media Indonesia. Meskipun demikian, itu bukan juga berarti kualitas tulisan di blog raksasa ini rendah jika dibandingkan dengan media massa yang saya sebutkan di atas. Keunggulan menulis di Kompasiana, hemat saya, yakni saya tidak sekadar menulis. Ada tanggung jawab etis yang menuntut saya untuk mempertanggungjawabkan komposisi tulisan saya di hadapan pembaca. 

Kedua, kepada siapa penulis atau blogger ingin berkomunikasi setelah menerbitkan tulisannya di Kompasiana? Setiap penulis atau bloger hendaknya menyadari sedari awal tentang kepada siapa tulisannya itu ditujukan, apakah kepada pembaca luas tanpa batasan usia dan latar belakang kontingen (seperti pendidikan, agama, suku, ras, dan kepentingan) ataukah kepada kelompok pembaca tertentu. Anda dan saya tidak mungkin menulis tentang reaksi nuklir di Kompasiana sambil mengharapkan adanya respon dan diskursus datang dari seorang penjual sate misalnya. Mengetahui secara pasti kepada siapa Anda menulis, memberikan semacam daya gerak atau spirit bagi penulis untuk menulis secara baik dan benar.

Ketiga, nilai apa yang diterima oleh penulis atau blogger ketika apa-apa yang ia terbitkan itu disukai dan dibagikan? Semua konten dalam Kompasiana bebas dibagikan kepada siapa pun. Ingat, "kebebasan berarti tanggung jawab. Itulah sebabnya mengapa kebanyakan orang takut kepadanya", tulis Geroge Bernard Shaw (1856-1950). Oleh karena itu, respon apa pun yang diberikan pembaca hendaknya memantik rasa tanggung jawab dalam diri penulis atau blogger.

Keempat, sejauh mana penulis atau blogger memberlakukan sistim editing sebelum menerbitkan naskahnya di Kompasiana? Ini persoalan paling penting dan krusial. Saya katakan penting karena dalam jenis tulisan apa pun, editing adalah cara mengorganisasikan tulisan menjadi gagasan yang koheren dan kohesif serta masuk akal. Tidak salah jika Anda menulis argumentasi yang menegaskan bahwa Tuhan itu tidak ada, sejauh tulisan tersebut tepat dari sisi gramatikal dan dapat dipertanggungjawabkan dari sisi penalaran metodologis. Di situ, setiap penulis entah pemula atau pun penulis terkenal  mesti memahami teknik mengedit tulisannya sendiri. Berbeda dengan media massa bergengsi seperti yang saya sebutkan di atas, Kompasiana tidak memberlakukan sistim editing dengan menempatkan editor pada akhir naskah yang saya dan Anda terbitkan. Itu berarti, blogger adalah penulis sekaligus editor. Tentu saja, hal ini menuntut tanggung jawab yang tidak biasa.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun