Waktu membaca: Sekitar 4 menit
--------------------------
Pernahkah Anda merasa seperti menyaksikan sebuah film yang sudah pernah ditayangkan? Adegannya mirip, tragedinya serupa, dan akhir yang menyedihkan pun berulang.
Tragedi bangsa berulang pada bulan Agustus 2025, telah merenggut nyawa Affan Kurniawan seorang pengemudi Ojol dan Rheza Sendy Pratama, seorang mahasiswa Universitas Amikom Yogyakarta, saat tulisan ini dibuat. Tragedi yang menorehkan luka kolektif baru di hati rakyat Indonesia.
Pada suatu masa, para mahasiswa dan mahasiswi Indonesia membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).
Tujuannya untuk merespon keadaan negara Indonesia saat itu yang tidak sedang baik baik saja, antara lain harga harga naik dan ekonomi yang tidak stabil.
Para mahasiswa dan mahasiswi tersebut membuat tiga tuntutan utama yang mencerminkan aspirasi rakyat yang disebut dengan Tritura.
 Aksi Tritura terjadi pada tahun 1966, yang berakhir menjadi tragedi bangsa karena mengakibatkan korban jiwa.
Kita juga masih ingat tragedi bangsa sebelumnya, antara lain tragedi Tanjung Priok pada tahun 1984, Tragedi Trisakti dan Semanggi pada tahun 1998, semuanya diwarnai dengan adanya korban jiwa.
Dari tragedi tragedi yang terjadi sebelumnya, hingga yang terbaru ini, kita seolah terjebak dalam sebuah siklus atau "repeating pattern" yang sama: Aspirasi rakyat berujung pada ketegangan dan korban jiwa. Demonstrasi, yang tujuannya untuk perubahan positif, meninggalkan residu trauma yang dalam bagi masyarakat.