Mohon tunggu...
hanif sofyan jr
hanif sofyan jr Mohon Tunggu... pegiat literasi

penyuka fotografi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyelamatkan Datuk Rimba, Dilema In-Situ dan Ex-Situ

2 Oktober 2025   23:41 Diperbarui: 2 Oktober 2025   23:41 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
harimau di alam liar-suara surabaya

Menurut penuturan masyarakat di Jantho, menurunnya populasi harimau juga terkait dengan makin langkanya sumber makanannya, seperti rusa sambar, kijang, dan babi hutan.

Ancaman Perburuan dan Penyelamatan Sekaligus

Seperti halnya badak yang diburu karena cula, harimau diburu karena kulit, taring, dan tulangnya. Selain sebagai asesoris, hiasan yang bergengsi, bagian lain tubhu harimau masih dipakai beberapa pengobatan tradisional, terutama di pasar gelap internasional.

Larangan dari CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) memperdagangkan bagian tubuh harimau, dalam praktik ilegal tetap marak, masih kalah pamor dari godaan uangnya yang menggiurkan. Satu lembar kulit harimau bisa bernilai puluhan juta rupiah di pasar gelap.

Sebenarnya upaya untuk menjaga spesiesn ini sudah sejak lama dilakukan. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah merancang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (SRAK) sejak 2007.

Mulai dari Patroli hutan oleh RPU (Rapid Response Unit) untuk menemukan dan menghancurkan jerat. Memasang kamera jebak (camera trap) untuk memantau populasi, termasuk mengenali individu harimau lewat pola belang uniknya. Begitu juga dengan melakukan translokasi harimau yang masuk terlalu jauh ke pemukiman agar tidak dibunuh warga.

Usaha lainnya dengan membangun kemitraan masyarakat, dengan cara memberi alternatif ekonomi seperti ekowisata dan hasil hutan non-kayu agar tidak bergantung pada perambahan.

Namun yang paling menarik adalah solusi penangkaran ex-situ di beberapa kebun binatang dan pusat konservasi, walaupun masih diperdebatkan efektivitasnya.

harimau di alam liar-suara surabaya
harimau di alam liar-suara surabaya

Memilih Solusi In-Situ vs Ex-Situ

Harimau Sumatera adalah predator puncak. Hilangnya harimau dari ekosistem berarti ledakan populasi herbivora, rusaknya regenerasi hutan, dan hilangnya keseimbangan alam. Ini ancaman yang membuat kita harus berpikir keras.

Perdebatan antara solusi In-Situ vs Ex-Situ masih terjadi. Tentu saja banyak pertimbangannya. Para konservasionis masih sering memperdebatkan. Apakah fokus pada pelestarian in-situ (di habitat asli) cukup, atau perlu lebih banyak ex-situ (di luar habitat, seperti penangkaran)?

Dengan semakin kritisnya jumlah populasi harimau saat peluang jantan dan betina bertemu semakin jarang. Satu individu bisa menempati ribuan hektare. Akibatnya, ada risiko inbreeding (perkawinan sedarah) yang menurunkan kualitas genetik.

Jika kita kaji secara sederhana, pilihan solusi ex-situ, atau di luar habitat, seperti program pembiakan di kebun binatang atau pusat konservasi, memang bisa menjaga stok genetik. Tapi cara-cara yang tidak alami bisa berisiko membuat hewan menjadi sangat tergantung pada manusia. Sehingga saat dilepasliarkan kembali kemungkinan untuk bisa bertahan di alam liar menjadi rentan. Apalagi jika berkonfrontasi dengan spesies liar.

harimau di alam liar-mongabay
harimau di alam liar-mongabay

Solusi In-Situ (Pelestarian di Habitat Asli)

Meskipun solusi ex-situ menarik daripada in-situ, karena dapat membantu mengembangbiakan dengan cara yang "aman", namun juga penuh risiko. Bagaimanapun memaksa campur tangan manusia agar mereka tidak benar-benar punah tidak se-ideal yang kita harapkan hasilnya.

Kita perlu mendorong lebih intens pada masalah yang lebih substansial terlebih dahulu. Agar solusi in-situ dapat kita lakukan. Caranya dengan bagaimana mendorong pelestarian ekosistem hutan. Mengapa?. Ketika hal itu kita lakukan, sebagai solusi melindungi harimau artinya juga ikut melindungi ratusan spesies lain. Langkah ini juga mempertahankan relasi alami dalam ekosistem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun