Banjir Kembali Memakan Korban, Saatnya Muhasabah Inikah Kemenangan?
Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag
Menjelang hari raya Idul Fitri 1446 H, bencana banjir menerjang pemukiman warga di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada Kamis (27/3/2025). Dilaporkan ada dua lansia (lanjut usia) tewas akibat bencana banjir besar tersebut. Banjir sudah muncul sejak Senin (24/3). Dampak banjir ini mengakibatkan sembilan kampung di empat kecamatan terendam banjir, ratusan rumah warga terendam dan ribuan jiwa terdampak. Ketinggian air diperkirakan mencapai 1-3 meter.
Berdasarkan berita yang dikumpulkan detikKalimantan, empat kecamatan yang terendam banjir adalah Kecamatan Kelay (Kampung Merasa), Kecamatan Sambaliung (Kampung Bena Baru, Pegat Bukur, Inaran, Long Lanuk, dan Tumbit Dayak), Kecamatan Teluk Bayur (Kampung Tumbit Melayu, Labanan Makarti) dan Kecamatan Segah (Kampung Siduung Indah). BPBD Berau pun masih bersiaga di sejumlah titik banjir.
Bencana banjir sudah seringkali terjadi di provinsi Kalimantan Timur. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim telah melakukan kajian risiko bencana di 10 kabupaten/kota di Kaltim. Sugeng, Analis Kebijakan Ahli Muda BPBD Kaltim menyatakan, hampir semua kabupaten/kota rawan terhadap banjir karena kondisi geografis dataran rendah. Bahkan ibu kota Samarinda kerap mengalami banjir yang disertai tanah longsor, begitu pun Balikpapan.
Sugeng menghimbau kepada masyarakat untuk selalu waspada terhadap potensi bencana. Untuk antisipasi menghadapi banjir, silahkan cari tempat yang lebih tinggi, hindari berjalan di air banjir, matikan listrik, dan mengungsi ke tempat yang aman. Sugeng juga mengingatkan kepada masyarakat untuk selalu menjaga lingkungan karena salah satu penyebab terjadinya bencana adalah kerusakan lingkungan.
Kapitalisme Merusak Alam
Berulangnya bencana banjir dengan intesitas air yang tinggi bahkan sampai menelan korban, sejatinya merupakan peringatan dari Allah agar manusia sadar bahwa ia telah berbuat kerusakan dan harus kembali ke jalan-Nya. Hal ini karena bencana banjir bukan hanya disebabkan karena curah hujan yang tinggi. Namun, akar masalahnya adalah adanya kebijakan pembangunan kapitalistik yang telah mengabaikan lingkungan dan dampaknya pada masyarakat sekitar.
Asal tahu saja, wilayah Kalimantan Timur telah banyak mengalami kerusakan akibat alih fungsi lahan. Bahkan dalam sepuluh tahun terakhir, hasil sensus pertanian terus mengalami penurunan. Banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi bangunan, seperti perumahan dan tambang batu bara yang mencapai 4.000 ha per tahun. Belum lagi adanya proyek pembangunan IKN dan deforestasi hutan menjadi lahan sawit. Semua ini semakin menegaskan keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha dan tidak memperdulikan nasib rakyat. Atas nama pertumbuhan ekonomi, investasi dan PSN (Proyek Strategis Nasional), lahan-lahan warga atau kawasan hutan terus dirampas demi memuaskan nafsu para kapitalis.
Munculnya penguasa yang berkarakter sekuler kapitalisme berasal dari sistem yang juga sekuler kapitalisme. Aturan agama (Islam) dicampakkan dalam mengatur urusan dunia dan malah sibuk menjadi pebisnis yang memperkaya diri sendiri. Karakter raain (pengurus rakyat) hampir tidak ditemukan dalam diri penguasa-penguasa cetakan sistem kapitalisme ini. Kalaupun ada pejabat yang menunjukkan sikap simpati kepada korban banjir, hal itu hanyalah sekedar pencitraan dan tidak menyentuh akar masalahnya. Alhasil, permasalahan banjir tidak akan selesai karena mitigasinya yang lemah. Lantas, masihkah kita sombong dan memikirkan diri sendiri? Mari bermuhasabah.