Mohon tunggu...
Tri Wahyu Handayani
Tri Wahyu Handayani Mohon Tunggu... Dosen - menulis untuk kebaikan

dosen, penulis, narablog di haniwidiatmoko.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Review "Diary Parenting"

12 Oktober 2014   05:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:24 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DIARY PARENTING– Heru Kurniawan

Belajar Kebaikan & Kebijaksanaan dari Anak-anak Kita

Buku karya Heru Kurniawan ini cukup unik, karena mengangkat kisah keseharian hubungan antara orangtua (terutama ayah) dengan putra-putranya yang masih kecil.  Semuanya ada 24 kisah pendek dengan tema-tema sederhana, diawali dengan latarbelakang kejadiannya kemudian ditutup dengan pesan moral dari kisah tersebut. Setiap kisah pun diberi ilustrasi pendukung yang menguatkan pesan yang ingin disampaikan penulisnya.

Kisah pertama menceritakan Mafi, bocah usia lima tahun yang diduga ayahbundanya tidak memanfaatkan uang jajan seperti arahan sebelum berangkat sekolah. Ternyata uang jajan tersebut diberikan ke teman sekelas Mafi, yang tidak punya uang saku. Heru sebagai ayah menceritakan dari sisi baik, bahwa Mafi mengajarkan kita untuk berbagi, bahkan di usia murid TK. Di satu sisi memberikan pesan moral kebaikan, tetapi ada baiknya Mafi juga diberi pengarahan untuk tidak terus menerus memberikan seluruh uang saku kepada teman. Siapa tahu, keluguan Mafi dimanfaatkan oleh teman-teman lain.

Masih ada kisah-kisah lain yang intinya sebetulnya hanya keluguan anak-anak, tetapi Heru bisa menyampaikannya dari sudut pandang, bahwa keluguan anak-anak bisa juga sebagai pesan untuk introspeksi orang dewasa. Sebagian kisah dalam buku ini menceritakan tentang Mafi, putra pertama Heru, hubungannya dengan teman-teman sekolah, teman sepermainan dan saudaranya. Misalnya kisah Mafi dengan Nera, adiknya. Sangat kuat disini, bahwa Mafi berperan sebagai anak sulung yang bisa sabar mengasuh adiknya dan selalu memberi contoh kebaikan bagi adiknya. Bahkan di kala Nera lahir pun, Mafi harus berbesar hati menahan diri untuk tidak iri, akibat berbagai hadiah yang untuk Nera. Untungnya ayah ibu cukup bijaksana membesarkan hati Mafi, dengan memberi hadiah juga.

Kisah lain yang tidak kalah menarik adalah “Naik Kuda Gagah Berani”. Sikap anak yang semula berani naik kuda, menjadi takut terhadap kuda, hanya karena ibu yang bereaksi terlalu dramatis akan keberanian anaknya tersebut. Akibatnya anak menjadi bingung dan mengambil sikap berlawanan dari sebelumnya, tidak mau naik kuda lagi. Kisah berikutnya “Hilang di Supermarket!”, sebetulnya juga menceritakan keberanian anak, sementara ayah ibu panik mengira anak hilang. Padahal anak justru sedang sembunyi. Kisah ini sebetulnya bisa dikembangkan lebih lanjut untuk mengarahkan anak supaya tidak membuat cemas ayah ibu, demi keselamatannya sendiri. Banyak kasus anak-anak yang hilang di supermarket dan tak terlacak keberadaanya karena baju yang sudah diganti atau anak dibius.

Selain itu ada kisah tentang Nera, putra kedua Heru. Jarak yang terlalu dekat dengan adiknya yang baru lahir, mengisahkan proses penyapihan Nera yang cukup menyentuh. Sayangnya, Heru menganggap sikap pasrah Nera yang tidak mendapatkan kesempatan memperoleh ASI, sebagai sikap rela berbagi dengan adik bayinya. Padahal mungkin saja, Nera tidak tahu apa yang harus dilakukan karena hilangnya kesempatan. Kisah tentang Nera lainnya antara lain tentang membiarkannya mandiri dengan membuat susu sendiri, dalam kondisi setengah tidur. Kemudian hubungan Heru yang tetap menyempatkan mendongeng untuk Nera walaupun kondisinya sangat lelah.

Lepas dari kisah-kisah sederhana di atas, ada satu kisah yang kurang mengena dan tidak sampai pesannya yaitu yang menceritakan tentang “Ada Malaikat Raqib di Pundak Kananku”. Ayah dan ibu dalam kasus ini seolah sudah tahu tentang kayalan Mafi, dengan beberapa adegan kedip-kedipan mata. Tetapi uraian kalimatnya ayah dan ibu seolah tidak tahu apa yang menyebabkan Mafi bangun lebih pagi dari biasanya. Pun pesan moralnya “Bagi anak, kebaikan itu mengejutkan, penuh kesenangan, dan penuh tantangan”, serasa kurang tajam.

Yang cukup menarik dari buku ini adalah pola asuh Heru terhadap anak-anaknya dengan cara “mengemban”, yaitu menggendong anak dengan selendang. Sikap Heru yang mau “mengemban” tanpa sungkan justru memberi contoh kepada kita, tentang ayah yang tidak pilih-pilih pekerjaan rumahtangga dan berbagi peran dengan istri.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun