Aku merindukanmu ketika hening malam melintas di dalam kamarku. Menyergap jiwaku dari belakang seolah-seolah kau hadir tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku terperanjat bersembunyi di balik selimutku yang dingin, jari-jariku menggenggam keinginan yang sejak semula kaku tak terbentuk.
Langit di luar mendung sesekali kilat berkilau tanpa suara, aku di hadapkan pada bayang-bayang wajahmu yang sedemikian nyata meski tanpa aroma tubuhmu menyesap ke dalam dada. Kini semakin tak dapat ku pejamkan mata, ku biarkan bayangmu menari dalam hening yang paling bisu. Lampu redup, waktu terus menganga.
Maka dalam batinku lahirlah kata-kata, beranak pinak menjadi puisi yang sederhana, puisi yang pernah pula tercipta ketika kau memutuskan untuk pergi mengembara, menambah daya kwalitas hidupmu bekal masa depan yang berharga. Dan aku di sini dalam kamar yang hening merindukanmu hadir tanpa pernah berpikir apakah kau juga merindukan hadirku di sana.Â
Gerimis turun perlahan, mengetuk jendela kamarku yang terbuka, ia mengintip lalu ku katakan kepadanya masuklah temani aku yang sedang di landa kerinduan.
Handy Pranowo