Kabut malam merendah di tengah pusara kerinduan hatiku nan gundah.
Aroma bunga kemuning di teras depan menetes menyebar wangi yang paling hening.
Di jalan teramat lengang, pintu-pintu rumah telah terkunci rapat.Â
Tiba-tiba kau bangkit dari genangan air hujan yang tersimpan dalam pelupuk ingatan.
Aku di sini, aku di sini kawan dalam balutan kenangan yang paling dalam.
Tak ada banyak yang ku lakukan kecuali menulis sajak bagi diri yang perih kehilangan.
Dan kita sama-sama kehilangan, layaknya hidup yang terus berputar selalu saja ada yang berlalu, ada yang tertinggal.
Namun malam tak pernah jadi tua renta seperti diri kita, malam tetaplah malam yang muda tak binasa.
Masih inginkah kau bernyanyi bersamaku, lantang menggoyang batas cakrawala yang biru.
Dan aku ingin sekali meminjam paru-parumu yang dulu kuat menghisap asap candu.
Masih inginkah kau tertawa bersamaku, meledek musim yang kini tak konsisten dengan waktu.