Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Penegakan Hukum, Digas Pol atau Dibikin Kendor

31 Januari 2021   13:23 Diperbarui: 31 Januari 2021   13:33 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: greekboston.com

Menghadirkan keadilan restoratif dalam sistim pemidanaan Indonesia sangat tergantung kepada pemahaman yang mendalam dan itikad baik dari seluruh aparat penegak hukum.

Visi Kepala Polri yang didukung oleh UU Kepolisian, Peraturan Kejaksaan Agung dan UU Kekuasaan Kehakiman dan KUHPidana baru (akan ada) baru merupakan salah satu syarat.
Syarat yang paling utama adalah pemahaman yang holistik dan niat baik dari seluruh aparat penegak hukum.
Apabila hal tersebut terpenuhi maka Indonesia sudah boleh disejajarkan dengan negara2 maju dalam sistim pemidanaan dengan metode pendekatan keadilan restoratif.

Namun tidak semua peristiwa tindak pidana dapat diberlakukan sistim keadilan restoratif, tindak pidana korupsi atau tindak pidana pengedaran narkoba tentunya termasuk yang tidak bisa menerapkan sistim pemidanaan restoratif. 

Sebaliknya tindak pidana seperti menolak vaksinasi (pasal 9 ayat 1 UU No 6 tahun 2018) atau tindak pidana pelanggaran perizinan pengelolaan zakat (Pasal 38 UU No 23 tahun 2011) sudah sewajarnya aparat penegak hukum menerapkan ultimum remedium (penegakan hukum dengan ancaman hukuman merupakan langkah terakhir).

Ada kriiteria2 tertentu dari tindak pidana yang bisa diaplikasikan kedalam sistim keadilan restoratif. Aturan2 yang ada memang belum memadai dan berserakan dalam UU yang sifatnya sektoral.

 Di kepolisian bisa kita lihat dalam UU kepolisian yang membuat Polri sebagai penyidik mempunyai hak diskresi untuk menolak dan menghentikan suatu kasus demi kepentingan umum.

Di jajaran Kejaksaan berlaku peraturan internal Kejaksaan Agung yang mengatur bahwa dengan kriteria maksimal ancaman hukuman 5 tahun dan nilai kerugian maksimal Rp 2,5 juta dapat menerapkan sistim keadilan restoratif untuk menghentikan perkara.

Begitu juga di lembaga pengadilan, hakim dapat berpedoman kepada UU Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim untuk menggali, mengikuti dan memahami nilai2 hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Adagium Fiat Justitia Ruat Caelum (walaupun langit akan runtuh, namun keadilan harus ditegakkan) bukan berarti menegakkan hukum membabi buta demi untuk menjatuhkan hukuman. Ada alternatif penegakan hukum yang lebih menyentuh substansi keadilan dengan menerapkan sistim keadilan restoratif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun