Mohon tunggu...
Handra Deddy Hasan
Handra Deddy Hasan Mohon Tunggu... Pengacara - Fiat justitia ruat caelum

Advokat dan Dosen Universitas Trisakti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Balik Bisnis Haram Aborsi

25 September 2020   08:28 Diperbarui: 25 September 2020   08:31 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: https://koleksikartunhd.blogspot.com/)

Biasanya kehamilan yang tidak diinginkan muncul dari hubungan diluar perkawinan yang sah. Dalam suatu perkawinan yang sah, pasangan malah berharap dapat momongan segera. Adalah hal yang tabu bila ada kehamilan dan kehamilan tersebut terjadi pada pasangan yang belum menikah. Masyarakat akan mencap anak yang akan lahir menjadi anak haram, padahal perbuatan orang tuanya yang haram, anak yang lahir kedunia apapun sebabnya tetap dalam keadaan suci.

Aib mengandung bayi diluar pernikahan selain membuat malu pasangan yang melakukan juga akan mempermalukan pihak keluarga. Ketakutan aib ini akan terkuak dan diketahui masyarakat bisa membikin calon ibu dan/atau pasangannya menjadi panik. Sehingga mereka mengambil jalan pintas yang mereka pikir mudah, yaitu dengan cara aborsi.

Kebiasaan dan Adat Mempersulit Pernikahan

Salah satu sebab tidak menikah atau menunda pernikahan karena adanya tuntutan kebiasaan yang akhirnya membudaya atau tuntutan syarat adat yang membutuhkan biaya banyak. Tuntutan adat yang berkelebihan atau bertentangan dengan syarat agama dalam melakukan pernikahan sebaiknya diabaikan.

Agama sebetulnya telah mengatur lembaga perkawinan simpel dan murah, tapi masyarakat membuat lembaga perkawinan jadi rumit dan mahal. Kebudayaan yang dibentuk masyarakat bahwa pernikahan harus dengan pesta kadang2 membuat pasangan terbebani untuk menikah. Banyak persyaratan2 yang tidak dibebani oleh agama, tapi akibat tuntutan kebudayaan dan adat menjadi kewajiban yang harus dipenuhi kalau mau menikah.

Pesta kawin yang meriah dengan segala tetek bengeknya yang dipamerkan oleh para selebritis kaya seperti jadi acuan bagi yang menikah. Pesta perkawinan meriah dan prosesi adat yang rumit dan panjang tentunya tidak dilarang sejauh sesuai dengan kemampuan finansial pasangan. Masalahnya tuntutan pesta yang wah dengan prosesi adatnya sudah merupakan keharusan karena sudah jadi budaya walau sebetulnya diluar kemampuan.

Pernikahan yang tidak diiringi dengan pesta pernikahan yang meriah akan mengundang cemoohan tetangga dan masyarakat. Makin mewah pesta perkawinan dan makin panjang prosesi adatnya makin menunjukkan kelas dari pihak yang melangsungkan perkawinan. Pandangan rendah dari masyarakat bagi yang tidak melakukan pesta pernikahan bisa mempermalukan keluarga yang menikah.

Beberapa pasangan yang tetap memaksakan diri untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan keluarga untuk mengadakan pesta demgan prosesi adat leluhurnya, berakhir tragis karena dililit hutang kepada rentenir. Tuntutan mengadakan pesta dari lingkungan baik dari keluarga maupun orang dekat terasa menjadi beban untuk menikah.

Banyak pasangan yang belum menikah, padahal sudah siap secara mental terkendala masalah ini. Alasannya mau nabung dulu untuk mencari uang dan memenuhi harapan keluarga dan masyarakat. Penundaan dan ketidak pastian kapan akan menikah berpotensi menggelincirkan pasangan untuk berhubungan haram dan menghasilkan kehamilan yang tidak diharapkan. Melalui "masa pacaran" yang panjang tanpa makna yang jelas dapat menggoda untuk melakukan hubungan diluar nikah.

Bergesernya Makna Perkawinan.

Selain itu Indonesia tanpa disadari telah dirasuki dengan budaya2 asing khususnya budaya hollywood melalui film2 yang beredar di Bioskop dan televisi. Apalagi sekarang tidak perlu lagi ke Bioskop untuk mengakses film2 cerita. Film2 dari Netflix, Inflix dll telah tersedia dengan mudah dan murah yang bisa ditonton melalui televisi, laptop dan handphone.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun