Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Naik Pesawat Rasa Bus, Kami Mengaku Salah

6 Mei 2022   00:31 Diperbarui: 6 Mei 2022   00:36 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesawat Casa C-212 di Lapangan Terbang Olilit - Saumlaki, pertengahan 2000an. (dok. Hanom Bashari) 

Terakhir kami bertukar kartu nama. Tertera nama dengan awalan "N" sebagai pilot dari MNA. Saya simpan saja, siapa tahu suatu saat berguna.

---

Beberapa bulan setelah kejadian di lobi hotel itu, setelah sepekan lebih kami berada di hutan Yamdena, kami akhirnya tiba di rumah bapak Alberth Sianressy, Kepala Desa Lelingluan, sebuah desa kecil dengan permukiman padat di ujung utara Yamdena. Kami biasa memanggil dengan "bapak kaya", sebutan untuk kepala desa.

Mama Tis, istri kepala desa, selalu menyambut kami dengan senyum ramah dan hidangan lezatnya: papeda dengan kuah ikannya, rebusan beragam umbi-umbian khas Yamdena, dan masakan-masakan khas Maluku lainnya. Kami berencana menginap dua malam sebelum kembali ke Saumlaki.

Terdapat beberapa pilihan untuk kembali ke Saumlaki, tapi belum ada jalur darat saat itu. Sesuai rencana awal, kami akan menggunakan jalur laut seperti biasa.

Permukiman di Larat, dilihat dari Desa Lelingluan, Yamdena, pada 2006. (dok. Hanom Bashari)
Permukiman di Larat, dilihat dari Desa Lelingluan, Yamdena, pada 2006. (dok. Hanom Bashari)
Jalur laut susah diprediksi. Kami dapat menumpang kapal ikan atau kopra dari Pelabuhan Larat, yang berada tepat di seberang desa ini, di Pulau Larat. Namun lebih mudah memastikan turun hujan daripada memastikan adanya kapal yang hendak ke Saumlaki. Bisa-bisa kami menunggu sampai sepekan lebih hanya untuk hal ini ini.

Akhirnya karena uang kami masih mencukupi, kami berniat menyewa kapal saja untuk perjalanan kembali ke Saumlaki dari Pelabuhan Larat. Mungkin ini akan memakan waktu seharian perjalanan.

Sialnya, saat itu sedang musim angin timur, padahal jalur terbaik untuk mencapai Saumlaki dari Larat justru lewat sisi timur Yamdena. Kemungkinan besar tidak ada kapal yang mau disewa juga dengan kondisi seperti ini.

Baca juga: Angin Barat, Kapal Kayu, dan Yamdena

Pada saat itu belum ada kapal cepat, baik untuk angkutan reguler maupun untuk disewa. Jadi seluruh kapal yang beredar dan bertebaran di laut sekitar kepulauan ini adalah kapal-kapal kayu, kecil maupun besar. Ada juga kapal ferry untuk jalur Larat -- Saumlaki, namun itu pun sekitar sekali per pekan, namun jadwal tidak dalam waktu dekat ini.

Kapal ferry di Pelabuhan Larat, pada 2006. (@Hanom Bashari)
Kapal ferry di Pelabuhan Larat, pada 2006. (@Hanom Bashari)
Tinggal lebih lama akan memakan biaya. Jadi, dengan menggunakan transportasi apa pun, asalkan biaya masih mencukupi, itu lebih baik. Minimal kami dapat menghemat waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun