"Berapa lama?" Tanya saya.
"Dua tiga jam kalau lancar?" Ucap Ardin.
Sekitar 15 menit kami tiba di Pohulongo, rumah singgah para ojek, tepat sebelum jembatan penyeberangan. Berhenti sebentar memeriksa sekali lagi perlengkapan, para ojek pun melaju kembali.
Para ojek bergemuruh melintas 70an meter jembatan gantung Pohulongo, yang melintangi Sungai Bone, salah satu sungai terpanjang dan terbesar di Gorontalo. Sungai 100 km lebih, yang bermuara di Kota Gorontalo.
Ojek terus saling menderu melintasi rimbunan rindang hutan. Jalan rabat beton berakhir, jalan tanah mengganti, ketegangan sesekali terjadi.
Beberapa kali rombongan harus berhenti. Jalan tanah menyempit becek dan kami harus pelan-pelan bergantian. Sebagian penumpang ada yang memilih turun dan berjalan kaki sedikit. Beberapa bagian jalan memang sangat parah. Kami seperti berjalan di dalam selokan yang dalam dengan kanan kiri tanah hampir setinggi kami.
"Untung ini beberapa hari tidak hujan. Kalau musim hujan, setengah mati kami di sini. Tidak boleh juga kami bawa ojek sendiri, karena kalau ada kerusakan motor, tidak ada yang membantu," terang Ardin.
Memang tak lama setelah berojek becek-becek ini, ada saja salah satu dari rombongan kami yang berhenti. Entah putus rantai motor, gendongan barang hampir jatuh, mesin motor mati, dan sebagainya, yang menyebabkan sebagian kami harus saling menunggu dan membantu.
Suasana jalan yang dilewati sebenarnya cukup menyenangkan. Kami melewati hutan-hutan primer taman nasional yang masih lebat dan sejuk.Â
Terkadang terlihat lanskap hutan yang hijau membiru megah. Bahkan sesekali kami melintasi sungai kecil dengan air-air terjun mini di kanan kiri jalan.
Satu jam lebih sejak dari Pinogu. Kami akhirnya berhenti semua dan beristirahat.