Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Porter Panggul dan Ikhtiar Pelampung

27 Agustus 2021   23:12 Diperbarui: 1 September 2021   01:40 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelabuhan Manado (sumber: www.shipsapp.co.id)

Pengalaman menyewa porter panggul atau ojek gendong yang saya alami ketika di Kepulauan Tanimbar, Maluku, ternyata saya alami lagi ketika saya berkunjung ke Pulau Karakelang, di Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.

---

Setelah selesai melakukan tugas untuk membantu teman dalam survei persepsi masyarakat di Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, saya pun sendirian melanjutkan perjalanan ke Pulau Karakelang, salah satu pulau terluar Indonesia di bagian utara, berbatasan dengan Filipina.

Saya sudah pernah sebelumnya ke Pulau Sangihe, namun baru kali ini saya akan ke Kepulauan Talaud. Terdapat tiga pulau utama di kepulauan ini, yaitu Karakelang yang terbesar, kemudian Salebabu dan Kabaruang di bagian selatan. Walaupun ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud terdapat di Melanguane yang berada di bagian selatan pulau, namun tujuan saya saat itu adalah di Beo, kota kecamatan yang berada di sisi barat bagian tengah Karakelang.

Saya menggunakan kapal penumpang yang cukup besar, sudah terbuat dari besi, walaupun tentu tidak sebesar kapal-kapal PELNI. Di dalamnya kita bisa menyewa kamar-kamar Anak Buah Kapal (ABK) sehingga mendapat sedikit privasi dan tempat tidur yang lebih nyaman daripada berada di dek ekonomi. Berangkat pada malam hari dari Pelabuhan Tahuna di Sangihe, saya akhirnya tiba di Beo pada pagi hari menjelang siang.

Di Beo ini pun akhirnya kapal kami tidak dapat sandar di dermaga Beo. Mungkin saat itu laut sedang surut. Ketika menghadapi ini, saya pun segera teringat dengan kejadian di Tanimbar dahulu. Porter panggul. Yang unik adalah, kalau penumpang laki-laki maka akan digendong oleh sang porter, yaitu penumpang mengangkangi leher si porter atau kalau cukup berat ya digendong belakang. Namun jika penumpang wanita, tentu tidak sama. Mereka akan digendong dengan duduk di salah satu bahu sang porter. Kalau cukup berat, bahkan bisa dua orang untuk menggendong. Namun jika ada yang mau berbasah-basah juga tentu dipersilakan. Saat itu, seingat saya bayaran satu kali angkut adalah 10 ribu rupiah.

Saya tidak tahu, apakah aktivitas porter panggul ini masih ada atau tidak saat ini. Kondisi dermaga tentu sudah lebih baik sehingga kapal sudah dapat sandar dengan baik di pelabuhan. Namun kondisi kapal tidak dapat sandar juga beberapa kali pernah saya alami. Bahkan sebagiannya sampai cukup jauh. Penggunaan rakit atau kapal kecil biasanya banyak menjadi pilihan untuk menghubungkan kapal, penumpang dan barang, serta pelabuhan tujuan.

Baca juga: Angin Barat, Kapal Kayu, dan Yamdena

---

Perjalanan menuju Kepulauan Talaud sesungguhnya hampir selalu mendebarkan, khususnya jika kita melakukan perjalanan langsung dari Pelabuhan Manado. Saat kami menjalankan project untuk konservasi hutan dan keanekaragaman hayati di Sangihe dan Talaud, mau tidak mau saya seringkali melakukan perjalanan laut langsung dari Manado ke Talaud.

Kapal menuju Talaud (maupun Sangihe) sebenarnya sudah sangat baik, berbadan besi semua dan cukup besar. Perjalanan menuju Talaud, khususnya sampai ke Melonguane sebagai ibu kota kabupaten, dicapai selama sekitar 15 jam. Jika dari Pelabuhan Manado berangkat sekitar sore hari pukul enam atau lima sore maka akan tiba esok hari di Talaud sekitar pukul tujuh pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun