Mohon tunggu...
Hanom Bashari
Hanom Bashari Mohon Tunggu... Freelancer - wallacean traveler

Peminat dan penikmat perjalanan, alam, dan ceritanya

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cerita Mengunjungi Lembah Napu nan Subur (Bagian 1)

24 Januari 2021   19:30 Diperbarui: 24 Januari 2021   19:50 1274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hutan lebat di kanan kiri jalan poros Palolo-Napu yang berupakan bagian dari TN Lore Lindu di Sulawesi Tengah (Foto: @Hanom Bashari)

Sesaat kami memasuki gerbang gapura Desa Sedoa, kami segera menuju rumah Pak Salmon, seorang Kepala Dusun sekaligus ketua kelompok tani hutan Tomanutu yang mengembangkan Hutan Rakyat dalam proyek ini. Sesaat keluar dari mobil, kesejukan lembah Napu langsung terasa. Sebelum memasuki rumah Pak Salmon, Lanus, Sisi, dan Ida -- tiga dari puluhan para fasilitator desa yang tangguh dalam program kami ini --  telah menunggu.

Kami memasuki halaman rumah berdinding kayu tepat di samping lapangan luas. Terlihat jelas bahwa rumah ini pun tak luput dari hempasan demam "bunga" di pekarangan. Tampak puluhan pot dan polybag berisi tanaman hias tersusun rapih.

Tak berapa lama setelah dipersilakan memasuki rumah, kopi dan pisang goreng tiba-tiba saja sudah muncul, seperti telah dipersiapkan sebelumnya. Pak Salmon yang kecil namun energik ini pun mulai bercerita tentang perkembangan kelompoknya, kebun bibit yang telah dibangun kelompok, serta pupuk-pupuk kompos buatan kelompok secara mandiri -- tampak terlihat tumpukan karung berisi kompos ini di samping rumahnya -- yang sebagiannya telah siap untuk digunakan.

Kami berbincang di dalam rumah yang hangat. Sesekali saya ke luar rumah, memandangi perdesaan ini, dengan bukit berhutan lebat di sisi utara dan barat desa, yang merupakan kawasan taman nasional. Sementara di halaman depan rumah Pak Salmon, ditemani dua ekor anjing yang hilir mudik, seorang kakek sibuk mengikat anggrek hutan pada sebatang pakis kering.

Selanjutnya Kami beranjak menuju kebun bibit yang dibangun dan disiapkan sendiri oleh kelompok tani ini. Hamparan polybag berisi bibit seperti leda (Eucalyptus deglupta), kemiri (Aleurites moluccanus), dan alpukat (Persea americana) tampak berjajar rapih. Sebagiannya memang tampak belum tumbuh dengan baik, apalagi siap untuk ditanam. Tapi pemandangan ini memberian harapan kebehasilan.

Semangat Pak Salmon dan kelompoknya dalam membangun hutan di lanskap Lore Lindu ini membawa angin segar, bahwa sesungguhnya masyarakat dapat dilibatkan aktif bukan saja untuk menjaga hutan, tapi justru membangun hutan, yang hasilnya secara ekonomi kelak dapat mereka rasakan sendiri.

Kebun bibit desa yang dikelola oleh kelompok tani hutan Tomanutu di Desa Sedoa (Foto: @Hanom Bashari)
Kebun bibit desa yang dikelola oleh kelompok tani hutan Tomanutu di Desa Sedoa (Foto: @Hanom Bashari)

Lore Lindu selain sebagai sebuah taman nasional dan lanskap atau bentang alam, juga adalah nama sebuah Cagar Biosfer. Konsep cagar biosfer digagas oleh salah satu badan PBB, UNESCO, sejak 1971. Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang dikelola dengan tujuan untuk mengharmonikan antara kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan. Cagar biosfer yang ideal akan menguji dan mendemonstrasikan pendekatan-pendekatan yang mengarah kepada pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional.

Saat ini, Indonesia memiliki 19 cagar biosfer. Cagar Biosfer Lore Lindu sendiri adalah satu dari empat cagar biosfer pertama di Indonesia, yang ditetapkan sejak 1977. Sedangkan Taman Nasional Lore Lindu adalah zona inti dari cagar biosfer ini.

Perjalanan kami diteruskan menuju Desa Wuasa. Bertemulah kami dengan Pak Sayuti dan Pak Idris, dua orang pengurus kelompok tani hutan untuk agroforestry di desa ini. Seperti Pak Salmon sebelumnya, mereka pun bersemangat menceritakan perkembangan kelompoknya. Seperti kelompok lainnya, beberapa hal cukup menggembirakan. Sebagian bibit-bibit tanaman telah tumbuh cukup baik dan siap tanam, namun sebagian lagi masih butuh perawatan.

Bibit pohon leda dan lekatu (Duabanga moluccana), mereka cukup ambil di hutan dekat desa mereka, dipindahkan dalam polybag-polybag di kebun bibit, dirawat, sampai cukup layak tanam di kebun-kebun mereka nanti. Sedangkan tanaman perkebunan seperti kopi, kemiri, alpokat, durian, dan sebagainya, juga telah mereka pilih dan kembangkan di kebun bibit ini. Sebagian yang tidak dapat mereka produksi sendiri, Balai PDASHL Palu Poso yang membantu dalam pengadaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun