Bahkan menurut ibu Dosen Ka. Prodi PG PAUD saya di IKIP Siliwangi, Cimahi-Bandung, Dr. Rohmalina, M.Pd., beliau menyebutkan: teknologi tidak dapat menyentuh manusia dan tidak dapat menggantikan peran guru/manusia dalam memberikan kasih sayang, peduli dan empati terhadap sesamanya.
Artinya sehebat apapun kita dalam penggunaan media dalam semua teknologi tidak akan pernah bisa menggantikan belaian seorang ibu kepada anaknya, ayah kepada anaknya, sesama keluarga, didikan dan tegur sapa guru kepada murid-muridnya secara langsung. Karena berbeda rasanya tegur sapa online dan ofline. Hehe salamannya pakai emoticon.....
Sentuhan dan kasih sayang sangatlah diperlukan dan dibutuhkan anak-anak kita dalam masa pertumbuhan dan perkembangaannya, energi, aura positif dan interaksi yang intens juga berkelanjutan merupakan hal yang dapat mengisi ruang, jiwa dan proses berfikir anak dengan cara bertemu fisik secara nyata.
Bukankah anak-anak kita lahir melalui proses itu semua? Proses bertemunya ibu dan ayah dalam sentuhan nyata bukan hanya di dunia maya? Ingatlah kodrat manusia seutuhnya adalah berinteraksi, bersosialisasi dan tidak menutup diri, apalagi kepada anak-anak kita.
Jangan sampai hanya karena fenomena ini saja kita baru sadar bahwa anak-anak kita sesungguhnya membutuhkan kita, tegur sapa kita, perhatian dan sentuhan kita sebagai orang tua. Ketika tidak viral kembali lagi ke semula, masing-masjng dengan gadgetnya.
Sebaiknya dalam hal ini fenomena 'barak militer' bagi anak usia dini adalah sebuah kejadian viral dan selebihnya membantu para orang tua ketika sudah kehabisan cara dalam mendidik putra-puterinya. Bagaimana tidak?! Ketika saya ke sekolah salah satu anak ada yang bersuara: "Pa Dedi yeuh Pa Dedi....."Â seketika anak-anak lain langsung meminta maaf. Hihihihi.....Â
Fenomena ini menjadi viral, terlepas stigma negatif saya tidak mau membahasnya, hanya hal dan dampak positif yang saya ulas disini sebab hikmah dari kejadian ini sangatlah bermanfaat khususnya bagi orang tua yang anaknya sudah melebihi batas atau menyimpang dari norma, adab, etika, tatakrama bahkan aturan dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
Pendidikan haruslah yang berfokus pada masa depan, melek teknologi boleh namun tidak juga dikendalikan olehnya sepenuhnya, sejatinya teknologi diciptakan manusia adalah untuk memudahkan kehidupannya, bukan sebaliknya.
Apalagi anak usia dini yang belum faham untuk apa smartphone tercipta, kita orang dewasa dan orang tua wajib memberitahu dan menginformasikan bahwa teknologi bukan hanya untuk menonton dan main game saja, namun lebih dari itu, misalnya sebagai alat komunikasi, belajar, juga memberikan pengaturan jadwal penggunaan teknologi dengan teratur dan terukur (kapan harus berhenti).
Saya yakin apa yang dilakukan KDM adalah menyangkut masa depan melalui pendidikan generasi kita, itu semua adalah hal yang patut dipertimbangkan dan di pikir secara matang, hal ini berkaitan dengan pola asah, pola asih, pola asuh dalam atikan kasundaan (silih asah, asih, asuh, silih wangian).
Pola asuh yang sudah tepat pun tidak luput dari ketidaksempurnaan kita karena masa-masa anak, remaja hingga dewasa merupakan masa kritis dan transisi dalam pencarian jati diri, jadi apapun itu pasti akan dilakoni terlepas hal tersebut kegiatan yang positif ataupun negatif.